5 Isu Strategis GEO V

5 Topik Utama Fokus Kajian Lemhannas RI

1. Konsolidasi Demokrasi

Isu strategis pertama yang harus dikaji Lemhannas untuk meningkatkan kapasitas geopolitik Indonesia adalah konsolidasi demokrasi. Implementasi Demokrasi Indonesia masih belum sempurna. Kondisi ini tercermin dari pengukuran Indeks Demokrasi yang menggambarkan tingkat kematangan demokrasi global. Proses elektoral Indonesia relatif mumpuni tetapi masih lemah dalam aspek budaya politik. Poin yang menjadi perhatian adalah masih adanya tantangan mewujudkan kebebasan berpendapat serta masih tingginya perilaku koruptifdi pemerintah. Posisi ini juga tercermin dari pengukuran di tingkat nasional mayoritas provinsi di Indonesia memiliki kualitas Demokrasi sedang.

Untuk memastikan konsolidasi demokrasi menuju tahap kematangan demokrasi berhasil dilakukan, Indonesia harus memperkuat kerangka kerja ketahanan nasional demokrasi. Lemhannas akan mengembangkan dua tipe kerangka kerja ketahanan nasional. Kerangka kerja pertama terkait dengan pembentukan mekanisme pengelolaan krisis yang memastikan Indonesia memiliki kemampuan untuk menjalankan strategi-strategi terobosan cepat yang dibutuhkan saat krisis terjadi, sehingga Indonesia bukan hanya mampu keluar dari situasi krisis namun berlanjut dengan ketahanan nasional yang lebih kokoh. Kerangka kerja kedua adalah penguatan tata kelola teknokratik yang memastikan dimensi strategis-operasional-taktis lengkap dimiliki oleh Indonesia untuk menjalankan program-program strategis nasional.

Untuk isu konsolidasi demokrasi, kerangka kerja pengelolaan krisis dibentuk untuk memastikan agar ledakan partisipasi politik di era demokrasi digital tidak memunculkan masalah representasi elektotal karena adanya distorsi biaya politik dan marginalisasi politik. Dan rangka mengatasi krisis tersebut. Pemerintah harus memiliki kemampuan untuk melakukan dua langkah tanggap cepat untuk menguatkan kapasitas lembaga demokrasi serta penguatan pilar kesetaraan dan kebebasan demokratis.

Kerangka kerja pengelolaan krisis yang cenderung berorientasi jangka pendek tersebut harus dilengkapi dengan pembangunan institusi politik Demokratik dalam bentuk tata kelola teknokratik yang secara terstruktur menurunkan dimensi regulasi seperti UU Pemilu dan UU Partai Politik ke dalam bentuk yang lebih operasional. Regulasi-regulasi politik harus dilengkapi dengan kebijakan nasional untuk konsolidasi demokrasi, diperkuat dengan pembentukan mekanisme koordinasi lintas kementerian/lembaga yang juga melibatkan masyarakat sipil, serta dukungan gelar dan alokasi sumber daya bagi penyelenggara pemilu yang memungkinkan adanya adopsi teknologi yang pada akhirnya akan mendorong tercapainya proses konsolidasi demokrasi di Indonesia.

2. Ekonomi Hijau

Isu strategi kedua yang menjadi prioritas kajian Lemhannas adalah ekonomi hijau. Visi “Ekonomi Hijau” adalah mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang kuat berlandaskan berkelanjutan lingkungan dan inklusi sosial. Berkelanjutan adalah kondisi ketika manusia dan alam berada dalam keselarasan produktif untuk memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, dan lainnya, untuk generasi sekarang dan mendatang. Pencapaian visi ini terhambat oleh model pembangunan konvensional yang cenderung merusak alam, seperti melalui emisi gas rumah kaca yang mendorong pemanasan global.

Salah satu upaya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan adalah mewujudkan netralitas karbon, khususnya untuk meminimalkan laju pemanasan global. Indonesia memiliki potensi sangat besar di sektor EBT tetapi masih belum dimanfaatkan secara optimal. Rencana Umum Energi Nasional (REUN) sudah memberi arahan umum pengembangan EBT nasional. Peta jalan transisi energi sudah ditetapkan untuk mewujudkan proporsi EBT sebesar 37,8% di tahun 2050. Rencana ini juga secara spesifik merancang tahapan pembangunan pembangkit EBT di berbagai wilayah yang akan tuntas di tahun 2030.

Transisi energi merupakan pilar utama dalam pelaksanan ekonomi hijau. Kerangka kerja pengelolaan krisis dibentuk untuk memastikan keberlangsungan hidup manusia di masa depan. Ketersediaan bahan bakar fosil terbatas untuk menopang kebutuhan energi yang terus bertambah. Selain itu, ketergantungan terhadap energi fosil juga memiliki dampak negatif yang harus diantisipasi. Dalam jangka pendek, ketergantungan bahan bakar fosil dapat menjadi beban bagi perekonomian negara, khususnya karena volatilitas harga di tingkat global. Dalam jangka pangjang, emisi bahan bakar fosil secara masif mengancam kehidupan manusia di masa mendatang. Eksploitasi bahan bakar fosil secara besar-besaran akan merusak ekosistem, khususnya di sekitar pembangkit, serta berkontribusi pada perubahan iklim dan pemanasan global.

Kerangka kerja pengelolaan krisis transisi energi secara ekologis bertujuan memitigasi dampak jangka panjang eksploitasi bahan bakar fosil yang tidak terkendali. Pengaturan umum pengelolaan energi tertuang dalam UU energi yang diturunkan dalam berbagai peraturan yang lebih operasional. Rancangan UU terkait energi terbarukan sudah ditetapkan sebagai prolegnas serta diharapkan akan selesai dalam waktu dekat.

Meskipun regulasi yang menjadi rujukan utama energi terbarukan masih dalam penyusunan, pemerintah memiliki komitmen tinggi untuk mewujudkan transisi energi. Sudah banyak kebijakan pengembangan energi terbarukan diadopsi dan jumlah pembangkit EBT pun terus meningkatkan setiap tahun. Di tingkat global, Indonesia telah mengadopsi visi pembangunan berkelanjutan serta netralitas karbon yang secara operasional telah diturunkan ke dalam rencana aksi di tingkat pusat maupun daerah. Selain itu, Pemerintah juga telah menetapkan Rencana Umum Energi Nasional (REUN) yang salah satu mandatnya adalah meningkatkan kapasitas energi terbarukan yang ketersediaannya belum dimanfaatkan secara optimalisasi.

3. Ekonomi Biru

Prioritas kajian ketiga adalah ekonomi biru yang menggunakan paradigma Kesehatan (Ocean Health) sebagai paradigma utama. Indeks Kesehatan Samudra menunjukkan bahwa Indonesia berada di kategori sedang. Untuk itu Indonesia perlu berfokus pada komponen-komponen ekonomi biru yang merupakan pedoman bagi perbaikan ekosistem laut, termasuk dalam mencapain pemenuhan target SDGs, terutama poin 14 Ekosistem Lautan.

Tujuan 14 SDGs berpijak pada besarnya peran laut dalam menopang kehidupan manusia, namun di saat bersamaan daya dukung laut kian tergerus sebagai akibat dari aktivitas manusia itu sendiri. Dalam menciptakan konservasi dan pemanfaatan laut yang berkelanjutan secara lintas sektoral dan terpadu diperlukan implementasi instrumen internasional melalui kerangka hukum dan kelembagaan. Hingga saat ini upaya yang dijalankan telah menunjukkan kemajuan, namun peningkatan upaya perlu dilakukan untuk memastikan target mendatang tetap tercapai di tengah ketidakpastian situasi yang berlangsung.

Untuk mencapai target-target pertumbuhan ekonomi biru berbasis paradigma ekologis Kesehatan Samudra, Indonesia harus menjalankan empat strategi secara simultan, yaitu (1) konservasi perairan, (2) penangkapan ikan terukur berbasis kuota, (3) budidaya perikanan berkelanjutan, dan (4) pengelolaan ruang laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil. Pada HUT ke-22 Kementeriaan Kelautan dan Perikanan (KKP), Menteri KP menyampaikan KKP tengah mempersiapkan peta jalan jangka panjang pengelolaan sektor kelautan dan perikanan dengan prinsip ekonomi biru. Sebagai langkah awal, tahun 2022 diluncurkan kebijakan penangkapan terukur, yakni pengaturan area penangkapan WPPNRI dalam sistem zona dan kuota diperuntukkan bagi industri, nelayan lokal, dan penghobi.

Penangkapan terukur menjadi satu langkap awal dan Indonesia dalam menerapkan gagasan ekonomi biru. Strategi penangkapan terukur ditujukan untuk memastikan tercapainya keseimbangan ekologi, ekonomi dan keberlanjutan sumber daya perikanan. Dalam mencapai tujuan tersebut, terdapat serangkaian risiko yang berpotensi berubah menjadi krisis apabila tidak mampu dikelola secara tepat. Untuk itu, perlu disipakan kerangka kerja pengelolaan krisis dalam memastikan ketahanan nasional penangkapan terukur, diawali dengan penguatan regulasi terkait, pembangunan infrastruktur pendukung hingga implementasi sistem monitoring evaluasi yang berbasis teknologi dengan dukungan sumber daya manusia yang mumpuni. Sistem monitoring dan evaluasi berbasis teknologi memegang peran penting karena dapat berperan sebagai sistem peringatan dini atas hal-hal yang tidak diharapkan.

Keberlanjutan penerpan gagasan ekonomi biru perlu dilengkapi dengan pembangunan institusi dan tata kelola sebagai perwujudan kebijakan pada tataran yang lebih operasional. Saat ini, sistem penangkapan terukur telah dilengkapi dengan regulasi operasional terkait zona penangkapan pembagian kuota, wilayah pengelolaan perikanan (WPP) hingga penggunaan alat penangkat ikan. Selain penguatan koordinasi antar para pemangku kepentingan terkait, Indonesia diharapkan segera memiliki peta jalan ekonomi biru. Peta jalan ekonomi biru di Indonesia dalam rangka menuju skenario Laut Indonesia sehat bagi pembangunan nasional pada tahun 2050.

4. Tranformasi Digital

Topik kajian keempat adalah transformasi digital. Transformasi ini harus dilakukan Indonesia untuk memperkuat kapasitas keamanan siber Indonesia yang saat ini masih berada di level kurang baik, sekaligus mendorong inovasi dan investasi di bidang ekonomi digital yang antara lain ditujukan untuk mempercepat kemunculan unicorn-unicorn baru di Indonesia. Untuk mempercepat proses tranformasi digital, Indonesia perlu menerapkan peta jalan kerja sama digital yang diinisiasi oleh PBB. Peta jalan ini mengusulkan 8 Langkah Kerja Sama global yang harus diperkuat untuk mempercepat proses transformasi digital.

Indonesia telah memiliki peta jalan transformasi digital yang dirumuskan untuk memastikan arah perubahan Indonesia menjadi negara digital, yang ditandai dengan kemunculan pemerintah digital, masyarakat digital, dan ekonomi digital. Untuk itu, pembangunan infrastruktur digital menjadi prasyarat dasar yang harus dipenuhi Indonesia. Pembangunan infrastruktur digital ini telah diawali dengan konstruksi jaringan Palapa Ring. Berwujud kabel optik sepanjang 12.148 km, Palapa ring menghubungkan 90 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Proyek Palapa Ring telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 14 Oktober 2019. Namun demikian, sehubungan dengan masih adanya daerah yang belum terjangkau, pemerintah mempersiapkan pembangunan Proyek Satelit Mulitifungsi (SMF) Satelit Republik Indonesia (SATRIA-1) yang sampai dengan akhir Februari 2022 telah mencapai kemajuan pembangunan 58,2% dengan target mulai beroperasi akhir 2023.

Salah satu target transformasi digital Indonesia tercermin dalam upaya pembangunan dan pengelolaan keamanan siber nasional. Pembangunan kapasitas siber dapat mejadi katalis transformasi ekonomi nasional. Akan tetapi, hal tersebut hanya dapat tercapai apabila Indonesia mampu mempersiapkan kerangka kerja pengelolaan risiko untuk menghindari berbagai krisis yang menyertai, seperti keengganan investor asing menempatkan modalnya di Indonesia, fenomena brain drain talenta siber dan digital, praktik penyalahgunaan data pribadi hingga ancaman kerawanan infrastruktur vital nasional.

Selanjutnya, kelengkapan kerangka instititusional dan tata kelola diperlukan agar pembangunan kapasitas siber mampu menopang ketahanan nasional secara berkelanjutan. Dalam jangka pendek, pembahasan RUU Ketahanan dan Keamanan Siber diharapkan dapat segera diselesaikan. Selanjutnya, perhatian lebih diperlukan terhadap pengembangan kemampuan serta pemupukan optimisme bagi talenta siber dan digital di Indonesia untuk berkontribusi mengembangkan kapasitas siber nasional.

5. Ketahanan Ibu Kota Nusantara

Kajian kelima yang akan menjadi prioritas Lemhannas adalah ketahanan Ibu Kota Nusantara. IKN dibangun untuk mencapaikan target Indonesia sebagai negara maju. IKN bertujuan mengubah Orientasi Pembangunan menjadi Indonesia-Sentris, serta mempercepat Transformasi Ekonomi Indonesia. Pembangunan IKN akan dilakukan dalam beberapa tahapan dimulai kelengkapan dimensi regular di tahun 2020-2022 hingga terwujudnya IKN sebagai kota dunia yang berkarakter kota hijau dan juga kota digital.

Salah satu kajian strategis tentang ketahanan IKN yang akan dikaji lebih dalam adalah tentang gelar pertahanan IKN. Restrukturisasi gelar pertahanan juga akan berlangsung dalam beberapa tahap yang diharapkan tuntas di tahun 2035. Pemindahan Ibu Kota perlu disertai dengan perubahan paradigma pertahanan. Selama ini, pertahanan Indonesia cenderung berfokus pada pertahanan berbasis darat dengan mengandalkan strategi pertahanan mendalam (in-depth defense). Paradigma ini dinilai tidak lagi optimal karena tidak sejalan dengan posisi geografis serta topografi Ibu Kota Nusantara. Secara geografis, Nusantara memiliki kerentanan tinggi terhadap ancaman eksternal, khususnya yang bersumber dari udara. Oleh karena itu, kapasitas anti-access/area-denial (A2/AD) di sekitar IKN perlu diperkuat. Lebih lanjut, Indonesia harus lebih mengedepankan prinsip forward presence untuk menjaga nusantara di sektor maritim. Kemudian struktur topografi Nusantara mengharuskan sistem pertahanan darat harus lebih diarahkan pada mobilitas strategis.

Kerangka kerja pengelolaan krisis pembangunan IKN bertujuan untuk memitigasi faktor-faktor yang menghambat terwujudnya Nusantara sebagai “Kota Dunia untuk Semua”. Tantangan terbesar pembangunan IKN adalah memastikan Nusantara tidak merusak ekosistem di sekitarnya serta menjamin ketersediaan pendanaan. Guna memastikan pembangunan Nusantara berjalan sesuai target, dibutuhkan sinergi dari seluruh kementerian dan lembaga untuk merincikan rencana induk yang menjadi dasar rujukan pengembangan Nusantara. Hal ini guna memastikan pembangunan fisik IKN yang sudah dimulai terus terlaksana secara berkelanjutan sehingga Nusantara dapat beroperasi optimal mendukung transformasi ekonomi Indonesia.

Sumber:

Andi, Wijayanto. 2022. Transformasi Lemhannas RI: 57 Tahun Ketahanan Nasional Era Geopolitik 5.0. Jakarta.

konsolidasi demokrasi ekonomi hijau ekonomi biru transformasi digital dan ketahanan ibukota Nusantara

Views: 1391