Mengoptimalkan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dalam Mendukung Ekonomi Biru

Pemberdayaan masyarakat pesisir menjadi faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis maritim yang berkelanjutan. Dalam Kertas Karya Ilmiah Perseorangan (Taskap) pada Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXVI di Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) tahun 2024 yang berjudul "Optimalisasi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Guna Mendukung Pembangunan Ekonomi Biru", Laksamana Pertama TNI Ashari Alamsyah, CHRMP, menyoroti bagaimana masyarakat pesisir memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi, namun masih menghadapi berbagai tantangan struktural yang menghambat perkembangan mereka.

Konsep ekonomi biru yang diperkenalkan oleh Gunter Pauli pada 2010 menawarkan model pembangunan ekonomi yang mengoptimalkan sumber daya laut secara berkelanjutan. Dalam konteks Indonesia sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km, penerapan ekonomi biru dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, menciptakan lapangan kerja baru, serta menjaga kelestarian ekosistem laut.

Namun, dalam implementasinya, pemberdayaan masyarakat pesisir masih menghadapi berbagai hambatan. Salah satu tantangan utama adalah kesenjangan regulasi. Regulasi yang ada sering kali tidak terintegrasi dan kurang mendukung praktik berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya laut. Selain itu, keterbatasan akses terhadap teknologi membuat masyarakat pesisir kesulitan dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi ekonomi.

Faktor lain yang turut menghambat optimalisasi pemberdayaan masyarakat pesisir adalah rendahnya kapasitas sumber daya manusia (SDM). Sebagian besar nelayan dan pelaku usaha di sektor maritim masih mengandalkan metode tradisional yang kurang efisien. Tingkat pendidikan yang rendah serta terbatasnya akses terhadap pelatihan dan pendampingan membuat mereka sulit beradaptasi dengan perubahan teknologi dan dinamika pasar global.

Kondisi infrastruktur di wilayah pesisir juga menjadi kendala serius dalam pengembangan ekonomi biru. Banyak daerah pesisir yang belum memiliki akses transportasi yang memadai, menyebabkan kesulitan dalam distribusi hasil laut dan akses ke pasar yang lebih luas. Keterbatasan teknologi informasi juga memperparah situasi, karena banyak pelaku usaha perikanan yang masih kesulitan memanfaatkan digitalisasi untuk pemasaran dan manajemen usaha.

Meskipun demikian, terdapat berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala ini. Pemerintah dapat memainkan peran strategis dalam meningkatkan integrasi kebijakan dan regulasi yang lebih inklusif bagi masyarakat pesisir. Harmonisasi antara kebijakan pusat dan daerah sangat diperlukan agar regulasi yang diterapkan benar-benar selaras dengan kebutuhan masyarakat di lapangan.

Selain itu, peningkatan akses terhadap teknologi menjadi hal yang esensial. Program pelatihan berbasis teknologi yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat pesisir dapat membantu mereka mengadopsi metode yang lebih modern dalam pemanfaatan sumber daya laut. Penyediaan infrastruktur digital seperti akses internet dan sistem informasi berbasis maritim juga akan sangat membantu dalam mempercepat transformasi ekonomi di sektor ini.

Aspek pendidikan dan pelatihan vokasional juga perlu mendapatkan perhatian serius. Program pendidikan berbasis maritim yang terintegrasi dengan kebutuhan industri dapat membantu menciptakan SDM yang lebih kompeten dan siap bersaing di era ekonomi biru. Keterlibatan lembaga pendidikan, pemerintah, dan sektor swasta dalam program pelatihan berkelanjutan menjadi kunci dalam membangun kapasitas SDM masyarakat pesisir.

Selain itu, peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan maritim akan memberikan dampak positif yang signifikan. Masyarakat pesisir harus dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan agar program yang diterapkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lokal. Model pemberdayaan berbasis komunitas dapat menjadi solusi untuk memastikan keterlibatan aktif masyarakat dalam pengelolaan sumber daya laut.

Investasi dalam infrastruktur dasar juga tidak kalah penting. Pemerintah dan sektor swasta perlu bekerja sama dalam membangun fasilitas transportasi dan logistik yang mendukung distribusi hasil laut secara lebih efisien. Selain itu, pembangunan pasar digital untuk produk perikanan dapat menjadi solusi dalam menghubungkan masyarakat pesisir dengan pasar global.

Optimalisasi pemberdayaan masyarakat pesisir bukan hanya akan meningkatkan kesejahteraan mereka, tetapi juga akan memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional secara keseluruhan. Dengan pendekatan yang tepat, Indonesia dapat menjadi pelopor dalam implementasi ekonomi biru yang berkelanjutan, yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi tetapi juga menjaga kelestarian ekosistem laut untuk generasi mendatang.

Taskap ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi berbagai pihak dalam merumuskan kebijakan dan strategi pemberdayaan masyarakat pesisir. Dengan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat, konsep ekonomi biru dapat menjadi pilar utama dalam pembangunan maritim Indonesia yang lebih maju dan berkelanjutan.

Views: 47