Data Katalog
Jumlah Pengunjung | : | 500 |
Jenis Bahan Pustaka | : | Monograf |
Jenis Koleksi | : | Koleksi Biasa |
Nomor Panggil | : | 959.828 SAR n |
Pengarang | : | Sarkawi B. Husein |
Judul | : | Negara di Tengah Kota |
Penerbitan | : | Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) |
Deskripsi Fisik | : | xxxv + 205 hal.; 21 cm. |
Subjek | : | Sejarah Surabaya |
Catatan | : | Simbol kota selalu menjadi perbincangan menarik. Kehadirannya tidak hanya menjadi aksesori untuk mempercantik sebuah kota, tetapi lebih dari itu, simbol kota telah menjadi media untuk merepresentasi sebuah kekuasaan, khususnya dalam periode 1930-1960. Sejarah simbolisme Surabaya, baik yang berasal dari sesuatu yang sebelumnya sudah ada maupun yang direkonstruksi, dapat dibagi dalam empat periode: periode kolonial Belanda, pendudukan Jepang, Orde Lama, dan Orde Baru dan saat ini sebuah tahapan baru tengah berlangsung. Tiap-tiap periode berusaha membangun kenangan kolektif, tetapi ketika periode tersebut berakhir, periode berikutnya akan berusaha menghapus ingatan kolektif itu dan membangun sebuah ingatan kolektif baru. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika beberapa monumen dan patung yang dibangun oleh pemerintahan Belanda saat ini tidak ditemukan lagi jejaknya. Demikian pula dengan nama-nama jalan yang berbahasa Belanda seperti Coen Boulevard, Altingsstraat, Speelmanstraat, Daendelsstraat, dan lain-lain tidak ditemukan lagi saat ini. Setelah proklamasi kemerdekaan, nama-nama jalan yang diambil dari nama-nama gubernur jenderal tersebut dihapus dan diganti dengan nama-nama pahlawan nasional dan pahlawan lokal Surabaya. Coen Boulevard diubah menjadi Jalan Raya Dr. Soetomo, Altingsstraat menjadi Jalan Trunojoyo, Speelmanstraat menjadi Jalan M.H. Thamrin, Daendelsstraat menjadi Jalan Imam Bonjol, dan Jalan van Heutz diubah menadi nama jalan musuhnya, Teuku Umar. Selain perubahan nama jalan, monumen, tugu, patung, lambang kota, masjid, klenteng, dan makam Tionghoa adalah simbol-simbol kota yang dipilih sebagai pokok kajian yang menjelaskan pada kita siapa, bagaimana, dan dengan mekanisme apa kota ini dikendalikan terutama dalam periode 1930-an hingga 1960-an. |
ISBN / ISNM / ISSN | : | 978-979-799-543-0 |
DDC | : | 959.828 |
JUMLAH EKSEMPLAR | : | 0 |
Cover | : | |
TAG | IND 1 | IND 2 | VALUE |
245 | # | # | $a Negara di Tengah Kota $b Politik representasi dan simbolisme perkotaan (Surabaya 1930 - 1960) |
100 | # | # | $a Sarkawi B. Husein |
260 | # | # | $a Jakarta $b Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) $c 2010 |
300 | # | # | $a xxxv + 205 hal.; 21 cm. |
500 | # | # | $a Simbol kota selalu menjadi perbincangan menarik. Kehadirannya tidak hanya menjadi aksesori untuk mempercantik sebuah kota, tetapi lebih dari itu, simbol kota telah menjadi media untuk merepresentasi sebuah kekuasaan, khususnya dalam periode 1930-1960. Sejarah simbolisme Surabaya, baik yang berasal dari sesuatu yang sebelumnya sudah ada maupun yang direkonstruksi, dapat dibagi dalam empat periode: periode kolonial Belanda, pendudukan Jepang, Orde Lama, dan Orde Baru dan saat ini sebuah tahapan baru tengah berlangsung. Tiap-tiap periode berusaha membangun kenangan kolektif, tetapi ketika periode tersebut berakhir, periode berikutnya akan berusaha menghapus ingatan kolektif itu dan membangun sebuah ingatan kolektif baru. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika beberapa monumen dan patung yang dibangun oleh pemerintahan Belanda saat ini tidak ditemukan lagi jejaknya. Demikian pula dengan nama-nama jalan yang berbahasa Belanda seperti Coen Boulevard, Altingsstraat, Speelmanstraat, Daendelsstraat, dan lain-lain tidak ditemukan lagi saat ini. Setelah proklamasi kemerdekaan, nama-nama jalan yang diambil dari nama-nama gubernur jenderal tersebut dihapus dan diganti dengan nama-nama pahlawan nasional dan pahlawan lokal Surabaya. Coen Boulevard diubah menjadi Jalan Raya Dr. Soetomo, Altingsstraat menjadi Jalan Trunojoyo, Speelmanstraat menjadi Jalan M.H. Thamrin, Daendelsstraat menjadi Jalan Imam Bonjol, dan Jalan van Heutz diubah menadi nama jalan musuhnya, Teuku Umar. Selain perubahan nama jalan, monumen, tugu, patung, lambang kota, masjid, klenteng, dan makam Tionghoa adalah simbol-simbol kota yang dipilih sebagai pokok kajian yang menjelaskan pada kita siapa, bagaimana, dan dengan mekanisme apa kota ini dikendalikan terutama dalam periode 1930-an hingga 1960-an. |
020 | # | # | $a 978-979-799-543-0 |
084 | # | # | $a 959.828 |
650 | # | # | $a Sejarah Surabaya |
090 | # | # | $a 959.828 SAR n |
Format Katalog
Data Koleksi
No. Induk | Akses | Ketersediaan | Lokasi | Nomor Barcode |
---|---|---|---|---|
Tidak ditemukan hasil. |