Page 5 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 5
33
tersedia, maka persoalan utama yang menjadi penyebabnya adalah
sebagai berikut:
a. Belum optimalnya sinergitas Kementerian teknis.
Salah satu persoalan mendasar kelembagaan dalam
pengelolaan pertambangan adalah belum optimalnya sinergitas
Kementerian teknis dalam mengharmonisasi perundang-undangan
dalam pengelolaan pertambangan sehingga pemerintah daerah
menjadi rancu dalam mengimplementasikan perundang-undangan di
lapangan. Hal ini tercermin dari lemahnya pengendalian pusat dalam
melimpahkan wewenang terhadap pengurusan izin di daerah dalam
pengurusan sektor pertambangan. Pelimpahan wewenang tersebut
tidak dibarengi dengan mekanisme pengendalian pusat yang
sejatinya memerlukan sinergitas di tingkat kementerian teknis.
Sinergitas adalah fondasi dasar untuk menghindari konflik antara
hubungan pusat-daerah dan untuk kepastian berusaha. Dampaknya
adalah pembuatan kebijakan pengelolaan pertambangan di tingkat
daerah tidak jarang berjalan tanpa terkendali karena pemerintah
daerah beorientasi pada kebijakan sektoral pada kementerian teknis.
Penerbitan izin memang diatur dalam perundang undangan, namun
demikian regulasi masih memungkinkan terjadi alokasi usaha untuk
dua atau lebih sektor dalam satu fungsi peruntukan sesuai dengan
kebijakan sektoral. Hal ini menyebabkan fungsi usaha memberikan
peluang bagi pemberian izin yang tumpang tindih antara kegiatan
usaha. Persoalan ini menjadi titik rentan yang disalah gunakan
sehingga berpotensi terjadinya titik koruptif.
Persoalan tumpang tindih kewenangan tersebut merupakan
salah satu alasan mengapa hingga saat ini dari 34 provinsi, baru 7
provinsi yang menyelesaikan penataan ruangnya. Hal ini diperumit
pula dengan keberadaan berbagai peraturan perundang-undangan
yang seolah ikut berebut wilayah negara. Di satu sisi Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan memberikan ruang bagi