Page 6 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 6
34
Kementerian Kehutanan untuk menunjuk kawasan hutan, di sisi lain
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batu Bara memberikan ruang yang sama ke dalam
wilayah pertambangan di bawah Kementerian ESDM.
Hiruk pikuk keruangan ini kemudian ditambah lagi dengan
konsep kawasan lainnya dalam pelbagai peraturan perundang-
undangan misalnya pola dan struktur ruang dalam Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang oleh Kementerian
Pekerjaan Umum, dan kawasan pertanian pangan berkelanjutan
dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Ketidak terpaduan
kementerian teknis tersebut menjadi persoalan krusial di daerah. Hal
ini terlihat dari beberapa kasus antara lain; di Kalimantan, Sumatera,
dan Papua saja tercatat setidaknya ada 1.052 pemegang izin
pertambangan yang tumpang tindih dengan kawasan hutan hingga
seluas 15 juta hektar. Angka-angka tersebut memberikan indikasi
bahwa saling klaim terhadap kawasan yang sama menjadi persoalan
kronis. Mendukung fakta-fakta ego sektoral pemerintah pusat di
kementerian Teknis. Dari perspektif legal formal terlihat regulasi yang
ada pada masing-masing sektoral cenderung tidak harmonis dan dari
sisi kepentingan usaha, regulasi yang demikian membuat proses
perizinan tidak hanya menjadi rumit tetapi juga berisiko tinggi,
sehingga pengambilan keputusan cenderung berbasis legal formil dan
membuka ruang diskretif yang dapat melemahkan sendi-sendi
kepastian hukum.41
b. Rendahnya kualitas sumber daya manusia.
Permasalahan sumber daya manusia adalah faktor dominan
yang menyebabkan tidak optimalnya kelembagaan di kabupaten/kota,
khususnya dalam pengelolaan produk unggulan daerah di bidang
41http://acch.kpk.go.id/documents/10157/34337/Lampiran+1 +-
+Nota+Kesepakatan+Bersama.pdf [Renaksi Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan
Harmonisasi Kebijakan dan Peraturan Perundangan.