Page 9 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 9
37
menjalankan tupoksi. Koordinasi dan sinergitas lintas sektoral antar
institusi penyelenggara sebagai pemangku kepentingan tidak terjadi
karena terdapat kecenderungan ego-sektoral karena setiap perangkat
daerah merasa memiliki otoritasnya masing-masing berdasarkan
peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah pusat di kementerian
teknis masing masing. Menurunnya fungsi kelembagaan
menyebabkan sering terjadi overlaping antar sektor yang satu dengan
sektor yang lain (terjadinya tumpang tindih perencanaan antar sektor)
dalam pengelolaan pertambangan. Birokrat di lingkungan SPKD
terkait yang seharusnya bertugas melaksanakan pengelolaan
pertambangan banyak yang belum memahami secara baik tentang
arti pentingnya koordinasi lintas sektoral, dan cenderung berorientasi
jangka pendek sehingga tidak dapat memanfaatkan potensi
keunggulan daerah di bidang pertambangan guna meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
d. Rendahnya pemanfaatan dan penggunaan teknologi
informasi.
Pemanfaatan dan penggunan teknologi informasi belum
optimal dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan
administrasi perizinan dalam pengelolaan sistem informasi Geospasial
dan Geologi. Teknologi informasi bertujuan untuk memutakhirkan data
wilayah pertambangan nasional dan daerah. Potensi sumber daya
alam minerba yang dimiliki oleh negara sangat penting untuk
mendukung proses perizinan yang tertib, transparan dan akuntabel.
Saat ini informasi yang tergelar lebih banyak dimiliki oleh pemerintah
pusat yaitu pada Badan Informasi Geospasial dan Badan Geologi
Kementerian ESDM. Sebaliknya pemerintah daerah pada umumnya
tidak mengetahui secara persis wilayah pertambangan yang akurat,
apalagi mengetahui jumlah cadangan tambang minerba yang dikelola
oleh perusahaan swasta baik asing maupun nasional di daerah.
Disamping itu data pertambangan yang telah dibuat selama ini baik
oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah belum menunjukan