Page 10 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 10
78
untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang tertimpa
bencana dengan menyelamatkan dan menangani korban bencana
dengan cepat (tidak melalui birokrasi yang panjang dan memakan
waktu lama) sehingga memperlancar pendistribusian penyaluran
bantuan pada saat di pengungsian, dan penyaluran dana untuk
rekonstruksi.
2) Dengan otonomi Daerah maka gubernur, bupati, camat, hingga
lurah untuk dapat memimpin penanganan bencana karena mereka
yang lebih tahu seluk-beluk Daerah dan masyarakatnya, dan mereka
harus tahu dengan pasti tentang prosedur penanganan bencana.
Selain itu sebagai aparatur birokrasi agar dapatnya mengendalikan
dan memberdayakan masyarakat, termasuk dalam keadaan bencana.
3) Birokrasi dalam menghadapi bencana harus memiliki sense o f
crisis, sense o f urgency dan sense o f purpose sehingga mampu
mencarikan jalan keluar bagi korban, dan untuk meningkatkan
responsivitas, representativitas dan responsibilitas dalam
penanggulang bencana.
4) Untuk mempercepat proses dan memperpendek prosedur
dalam setiap penanganan bencana sebaiknya setiap aparatur birokrasi
menggunakan teknologi informasi sehingga tidak harus lansung
bertatap muka dengan aparat dibawahnya begitu juga dengan
masyarakat dalam penanganan bencana.
5) Meningkatkan kinerja BNPB, dan dengan status serta posisinya
yang berada lansung di bawah Presiden, BNPB harus mampu
menembus birokrasi dan mengkoordinasikan langkah-langkah
penanganan korban dan dampak bencana alam yang dilakukan lintas
institusi.
6) BNPB maupun lembaga terkait lainnya dan Pemda dengan
pertimbangan kejadian bencana yang tidak bisa diprediksi secara tepat
dan luasnya wilayah Indonesia sehingga mengakibatkan bantuan
tanggap darurat terlambat maka harus ada standard operating
procedure ("SOP) dan standar pelayanan minimal (SPM).