Page 3 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 3
75
21. Kontribusi Terhadap Keamanan Nasional
Pendekatan “soft power” sepertinya belum optimal guna
mendapatkan perhatian utama dalam pencegahan gerakan ekstremisme
agama termasuk terorisme dengan upaya melalui pendekatan ideologi,
politik, ekonomi dan sosial budaya. Karena itulah, titik lemah yang harus
ditingkatkan di masa mendatang adalah upaya pencegahan, antara lain
melalui pemberdayaan Lembaga Koordinasi Penanggulangan ekstremisme
dan terorisme, peningkatan koordinasi komunitas intelijen, pemberdayaan
masyarakat sebagai jaringan human intelligence, peningkatan teknologi
sekuriti dan monitoring, serta membangun kapasitas regulasi yang lebih
efektif dalam mencegah gerakan ekstremisme agama, terutama terorisme.
Wewenang dan Yuridiksi. Dalam menghadapi ekstremis harus jelas
batas wewenang dan wilayah tanggung jawab dari setiap satuan yang
terlibat, sehingga dapat tercipta satu kesatuan komando. Pembentukan
Manajemen Krisis. Merespon dari insiden ekstremisme dibutuhkan suatu
keahlian khusus dan banyak pertimbangan. Tindakan yang paling awal
adalah insiden yang terjadi harus dipastikan ekstremisme bukan hanya
sekedar tindak kejahatan. Langkah selanjutnya adalah rencana operasi
harus segera dibentuk untuk menghadapi aksi tersebut. Karena aksi tidak
mengenal batas wilayah, maka penanganannya pasti melibatkan banyak
unsur, baik itu Kepolisian, Militer maupun Pemerintah, untuk itu dibutuhkan
suatu badan yang mengkoordinasikannya. Badan tersebutlah yang
bertanggungjawab membentuk manajemen krisis agar setiap tindakan
dapat terarah dan terpadu secara efektif dalam menangani ekstremisme.
22. Indikator Keberhasilan
Persatuan dan kesatuan bangsa telah dirusak oleh gerakan
ekstremisme agama yang berdampak lemahnya solidaritas sosial, retaknya
kerukunan serta hilangnya keharmonisan hidup intern atau antar umat
beragama. Memperhatikan hal tersebut, maka keberhasilan pencegahan
gerakan ekstremisme agama dapat ditandai dengan indikator-indikator
berikut: