Page 16 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 16
44
2015 harus dengan tegas memuat penghormatan dan perlindungan
kepada kebhinekaan dan prinsip non-diskriminasi. Proses
penyusunan dan pelaksanaan kesepakatan agenda pembangunan
pasca 2015 harus berlangsung konsultatif dan partisipatif, termasuk
melibatkan kelompok masyarakat sipil dan marjinal. Kedua,
International Cooperation; bahwa kesepakatan agenda
pembangunan pasca 2015 harus feasible, dalam arti secara politik
merupakan titik temu kepentingan antara negara maju dan negara
berkembang serta miskin. Dengan kata lain, tidak boleh hanya
merupakan kepentingan negara maju atau negara miskin. Ketiga,
Akuntabilitas; bahwa sasaran post 2015 harus memuat perubahan
dan perbaikan keadaan di tingkat nasional dan global. Pada tingkat
nasional terjadi penurunan indeks ketimpangan (gini ratio); terjadi
kenaikan HDI (human development index), dan pada tingkat global,
misalnya, terjadi penurunan kasus, jumlah dan besaran
penghindaran pajak oleh M N C s. Pada tingkat global lainnya adalah
pemenuhan O D A 0 ,7 % G N I (pendapatan) oleh sebagian besar
negara-negara O E C D ( Organization for Economic Co-operation and
Development) pada tahun 2020.
Hal yang tidak kalah penting adalah dalam agenda
pembangunan pasca 2015, bahwa peran masyarakat sipil perlu
diakui sebagai Non-State A cto r (Aktor di luar Negara). Sebagaimana
dalam Busan Outcome Docum ent Pasal 22, disebutkan bahwa
masyarakat sipil adalah aktor pembangunan yang memiliki peran
penting dalam pemberdayaan masyarakat, dan penggalakan
pendekatan pemenuhan hak-hak (pendekatan pembangunan
berbasis hak). Dengan demikian setidaknya ada sebelas agenda
yang akan digagas dan diajukan dalam pembangunan pasca 2015,
yang diistilahkan dengan “The W odd We W a n t Development
Agenda, yaitu: (1) Dinamika kependudukan, (2) Pengurangan
kemiskinan dan kesamaan (equity), (3) Kesehatan, (4) Pendidikan,
(5) Pertumbuhan perkotaan dan pemekerjaan, (6) Ketahanan
pangan dan gizi, (7) Kecukupan sumberdaya air, (8) Kecukupan dan