Page 2 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 2
99
29. Saran.
a. Kementan melalui Ditjen Perkebunan perlu mendorong kemandirian
pemenuhan kebutuhan C P O rakyat Indonesia yang mencapai 7 - 8 juta ton
per tahun, dengan didukung oleh ketersediaan lahan perkebunan seluas 9 (
9,5 juta hektar. Pengembangan sentra-sentra pengelolaan S K A kelapa sawit
ini dapat difokuskan dalam bentuk cluster atau Kawasan Ekonomi Khusus
(K .E.K ) di pulau Sumatera dan Kalimantan.
b. Kementan bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan Gabungan
Asosiasi Pengusaha Sawit Indonesia (G A P K I) perlu mengoptimalkan proses
diversifikasi pemanfaatan lahan areal perkebunan kelapa sawit untuk
dikombinasikan dengan usaha peternakan sapi. Luas lahan perkebunan
kelapa sawit yang mencapai 9,1 juta hektar akan sangat potensial untuk
diintegrasikan dengan peternakan sapi. Apalagi dengan konsumsi akan
daging sapi rata-rata per kapita pada tahun 2013 tercatat 261 kg (Kementerian
Pertanian 2013). Neraca konsumsi daging sapi memproyeksikan kebutuhan
daging sapi penduduk Indonesia sejumlah 600.000 - 650.000 ton daging,
sehingga diharapkan dapat tercapai swasembada daging tanpa harus
mengimpor. Perlu diketahui bahwa jumlah sapi yang paling ideal dalam satu
hektar lahan sawit antara 1-2 ekor. Andai 25 % saja dari 9,1 juta ha lahan
sawit dapat dimanfaatkan, berarti 2,5 juta ha lahan sawit untuk 2,5 sampai
dengan 5 juta induk sapi. Dengan asumsi kelahiran 60 % , sama dengan 1,2
sampai 2,4 juta anakan sapi diperoleh dalam setahun. Sehingga tidak perlu
impor bakalan atau anak sapi lagi. Hal ini juga akan mempercepat pencapaian
swasembada daging sapi di dalam negeri. Jika seluruh perkebunan kelapa
sawit yang 9,1 juta ha memelihara 1 ekor per ha saja, maka Indonesia akan
mendapat tambahan 9 juta ekor sapi.
c. Kementan perlu mengoptimalkan budidaya sapi potong untuk tujuan
pengembangbiakan yang dilakukan dengan sistem ekstensif (diumbar) di atas
lahan perkebunan kelapa sawit, yang telah terbukti mampu mendongkrak
daya saing komoditas sapi potong.