Page 4 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 4
34
sentimen local-nationalisme yang dapat tumpang tindih dengan
ethno-nationalism. Dalam proses ini, Pancasila baik sengaja
maupun by-implication kian kehilangan posisi sentralnya.
b. Kurangnya sikap dan perilaku keteiadanan para Pimpinan
formal maupun informal.
Dalam masyarakat bangsa Indonesia yang masih kuat pengaruh
budaya patemalistiknya, yaitu para pimpinan di tingkat nasional / daerah,
DPRD, tokoh masyarakat/agama memegang peranan yang penting
dalam pembentukan sikap dan perilaku masyarakat. Sikap dan perilaku
para pemimpin formal maupun informal, pusat maupun daerah, yang
menyimpang dari nilai-nilai Pancasila, akan dicontoh oleh masyarakat
pada umumnya. Akibatnya terjadi kemerosotan moral dan etika
kemanusiaan serta moral dan etika kebangsaan yang memprihatinkan,
mulai dari tingkat pemimpin sampai tingkat akar rumput.
c. Lemahnya upaya pemasyarakatan nilai-nilai Pancasila
Pelaksanaan sosialisasi Pancasila di zaman Orde Baru telah
memberikan banyak catatan penting bagi bangsa kita saat ini.
Sakralisasi Pancasila sampai ke tingkat yang berlebihan dan justru
kehilangan makna serta hakikat. Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (P4) telah berubah menjadi alat indoktrinasi
dan penafsiran tunggal pihak penguasa, yang justru digunakan untuk
mengekalkan kekuasaan secara absolut. Lebih parah lagi, P4
dianggap tidak mampu mengubah moral pejabat. Lebih jauh lagi,
dalam masa Orde Barn terjadi mistifikasi Pancasila atau Pancasila
dipahami sebagai sebuah mitos.
Catatan buram tersebut temyata diapresiasi juga secara
berlebihan pada zaman reformasi hingga sekarang. Kekhawatiran
dicap sebagai “antek orde baru” menyebabkan pemasyarakatan nilai-
nilai Pancasila menjadi terhambat. Dampaknya, banyak kalangan
masyarakat yang tidak lagi mengenal Pancasila, baik kalangan pelajar,
mahasiswa, pemuda, pejabat publik, artis dan masyarakat akar rumput,