Page 2 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 2
46
tugasnya dengan baik, sebagai pemberi peringatan dini, ketika
melakukan evaluasi rancangam perda. Sebaliknya, gubernur dapat
menuduh pemerintah kabupaten/kota tidak memahami posisi
hukumnya terhadap gubernur. Hubungan yang tidak harmonis
antara DPRD dengan kepala daerah di kabupaten/kota dan
ketidakharmonisan hubungan antara kabupaten/kota dengan
provinsi, beranjak dari belum optimalnya pelaksanaan peran
gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Kondisi ini pada akhirnya
menciptakan ketidakstabilitan politik di daerah.
b. Implikasi Stabilitas Politik Saat Ini Terhadap Keutuhan NKRI
Selah satu cirri utama bentuk negara kesatuan adalah adanya
kesatuan hukum sebagai acuan bertindak yang sama antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Ketika konflik terjadi
antara Gubernur dengan Bupati/Walikota di wilayah kerjanya,
dipastikan stabilitas politik di daerah terganggu, jalannya
pemerintahan daerah menjadi terhambat. Stabilitas politik di daerah
ketika skalanya sudah cukup massif terjadi di banyak titik, dipatikan
akan berimplikasi pada terancamnya keutuhan NKRI. Tingkat keter-
ancam-an ini bukan dalam dimensi kedaulatan negara, tetapi lebih
pada dimensi keterpaduan kebijakan dan gerak langkah antar
tingkatan pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah.
Desintegrasi sistem pemerintahan tercipta, ketika pemerintah daerah
dengan persepsinya sendiri, memaknai otonomi dengan kebebasan
membuat aturan (perda) tanpa mengindahkan aturan nasional.
Pembatalan aturan daerah ini tidak bisa dilakukan segera, karena
proses birokrasi yang panjang, disamping juga karena
ketidakjelasan kewenangan, apakah itu sebagai kewenangan
pemerintah pusat, ataukah kewenangan gubernur sebagai wakil
pusat. Desintegrasi sistem inilah yang sebenarnya telah secara riil
berimplikasi pada terganggunya integritas NKRI sebagai kesatuan
sistem politik pemerintahan.

