Page 16 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 16
68
Dengan adanya sinergisitas antara penyidik dan penuntut umum, diharapkan
dapat meningkatkan penyelesaian perkara dari tahap penyidikan ke penuntutan,
yang sebelumnya hanya sebesar 79.63% (kurun waktu 2008 s/d 2012) menjadi di
atas 90%. Angka tersebut merupakan komulasi perkara yang ditangani kepolisian,
kejaksaan dan KPK. Bila dilihat dari perkara yang ditangani masing-masing
institusi, maka perkara yang ditangani kepolisian yang paling sedikit prosentase
penyelesaiannya. Tahun 2008 kepolisian menyidik 226 perkara yang berhasil ke
penuntutan 178 (78,76%) perkara; tahun 2009 menyidik 229 perkara yang berhasil
ke penuntutan 199 (86,89%) perkara; tahun 2010 menyidik 315 perkara yang
berhasil ke penuntutan 180 (57,14%); tahun 2011 menyidik 766 perkara yang
berhasil ke penuntutan 526 (68,67%) perkara; dan tahun 2012 menyidik 1.176 (660
(56.12%) perkara yang berhasil ke penuntutan 660 (56.12%) perkara. Jumlah
seluruh perkara yang disidik Polri selama kurun waktu 2008 s/d 2012 sebanyak
2.713 perkara dan yang berhasil ke penuntutan sebanyak 1.743 (64.24%) perkara
(Tabel 4). Hal ini berarti sinergisitas antara Penyidik Polri dengan Penuntut Umum
Kejaksaan perlu ditingkatkan lagi agar ke depan penyelesaian perkara bisa di atas
90%.
Sinergisitas antara kejaksaan dengan Pengadilah Tipikor juga sangat
diperlukan untuk mengatasi kendala yang dihadapi penuntut umum karena harus
menyidangkan perkara korupsi di Ibukota Propinsi. Ke depan diharapkan sudah
tidak ada lagi sidang korupsi hingga larut malam dan antrean sidang yang cukup
lama. Sebab hal ini dapat menyurutkan minat jaksa, khususnya yang lokasi
tugasnya jauh dari Ibukota Propinsi, untuk mengusut perkara korupsi karena beban
sidangnya yang cukup berat.
Dalam rangka mewujudkan sinergisitas antar LPH, perlu dilakukan hal-hal:
1) Perlu dibuat aturan tentang penanganan perkara korupsi yang teijadi
pada salah satu LPH untuk menghindari konflik antar LPH. Aturan tersebut
memuat ketentuan: bila korupsi terjadi di kepolisian, yang berwenang
menangani ialah kejaksaan dan KPK; bila terjadi di kejaksaan, yang
berwenang menangani ialah kepolisian dan KPK; dan bila teijadi di KPK,
yang berwenang menangani ialah kepolisian dan kejaksaan. Hal ini
sebaiknya dilakukan melalui amandemen Undang-undang Pemberantasan

