Page 15 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 15
67
pemberantasan korupsi dianggap berhasil bila sebagian besar laporan masyarakat
mengenai terjadinya korupsi dapat diselesaikan dengan diajukannya para koruptor ke
pengadilan guna dijatuhi hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Untuk itu,
komponen-komponen yang telibat dalam sistem pemberantasan korupsi harus dapat
bekeija sama secara sinergis dan membangun keterpaduan agar upaya pemberantasan
kompsi dapat berjalan dengan efektif.
21. Sinergisitas Antara Lembaga Penegak Hukum Dan Lembaga Pengawas
Keuangan Yang Diharapkan
a. Sinergisitas Antar Lembaga Penegak Hukum Yang Diharapkan
Sinergisitas antar lembaga penegak hukum (LPH) sangat diperlukan agar
upaya pemberantasan korupsi dapat berjalan dengan optimal. Namun
kenyataannya, sinergisitas antar LPH belum dapat terwujud dengan baik. Konflik
antar LPH yang mempunyai kewenangan dalam upaya pemberantasan kompsi
masih teijadi. Penyelesaian perkara dari tahap penyidikan (khususnya dari penyidik
Polri) ke penuntutan masih banyak yang belum dapat diselesaikan. Padahal salah
satu indikasi keberhasilan pemberantasan kompsi melalui penerapan hukum pidana
ialah apabila sebagian besar laporan masyarakat dapat diselesaikan dengan
diajukannya pelaku ke pengadilan dan diputus bersalah serta mendapatkan
hukuman. Selain itu, keberadaan Pengadilan Tipikor di Ibukota Propinsi, juga
menyulitkan APH, khususnya bagi jaksa selaku penuntut umum yang lokasi
tugasnya jauh dari Ibukota Propinsi.
Berbagai persoalan tersebut, hams segera diatasi agar sinergisitas antar LPH
dalam pemberantasan kompsi dapat terwujud dengan baik. Dengan adanya
sinergisitas antara kepolisian, kejaksaan dan KPK diharapkan perselisihan antar
LPH terkait penanganan korupsi yang terjadi pada salah satu LPH tidak teijadi lagi,
seperti dalam kasus Cicak-Buaya dan Simulator SIM. Semua LPH harus bersinergi,
agar pemberantasan korupsi beijalan lebih efektif dan lebih optimal. Sinergisitas
antar LPH juga diharapkan dapat mengeliminir munculnya perbedaan persepsi
antara penyidik dan penuntut umum, sehingga tidak ada lagi berkas perkara yang
bolak-balik dari penyidik ke penuntut umum atau sebaliknya, yang menyebabkan
terkatung-katungnya penanganan perkara.

