Page 17 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 17
sering m endapatkan kritik baik dari kawan maupun lawan karena dianggap
bertentangan dengan H A M dan kedaulatan negara.8 Namun demikian, terorisme
bukanlah sebuah peperangan konvensional dan jelas parametemya; ia adalah
perang asimetris yang memiliki ciri pendadakan dan dilancarkan tanpa mengikuti
suatu garis kom ando yang hirarkis dan permanen serta berada di suatu tempat
tertentu.9 Dem ikian pula, terorisme yang dilandasi oleh ideologi fundamentalis
radikal tersebut terinspirasi oleh ajaran agam a tidak mudah untuk dihadapi hanya
dengan pendekatan kekerasan. Hal ini disadari oleh Presiden Obam a yang
kemudian m encoba melakukan pendekatan merebut hati dan pikiran (hearts and
minds) negara-negara dan kaum Muslimin di dunia.10
Bagi kelompok fundamentalis Islam radikal atau jihadis, kiprah kekerasan
dan teror yang mereka lancarkan memiliki justifikasi ideologis dan politik praktis.
Dari sisi ideologi, mereka m endasarkannya pada perintah atau kewajiban berjihad
dalam ajaran Islam terhadap apa yang mereka anggap sebagai kaum kafir.11
Sementara justifikasi politik yang mereka gunakan adalah: 1) penindasan Israel
terhadap bangsa Palestina yang didukung oleh A S dan sekutu-sekutunya baik di
Eropa, Tim u r Te n g a h , dan negara-negara lain; 2) imperium A S yang dianggap
telah m enghancurkan peradaban dan masyarakat Islam dengan nilai-nilai
sekulerisme, hedonisme, dan konsumerisme sebagai bawaan sistem ekonomi
kapitalisme; 3) kesew enang-w enangan A S dan sekutunya terhadap rakyat di
negara-negara mayoritas Islam seperti Irak, Afghanistan, Somalia, Y am an dll. dan
perlakuan tidak manusiawi terhadap para tawanan di Guantanamo; dan 4 )
Islamophobia serta diskriminasi terhadap ummat Islam yang marak di negara-
negara Barat.12
Terorism e kem udian m arak setelah serangan 11 September 2001 dan
pendudukan Irak (2 0 0 3 ) serta operasi militer di Afghanistan (2004) dan m elebar ke
kawasan lain term asuk di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim seperti
8 Lihat kritik terhadap kebijakan polugri AS dalam menghadapi terorisme dalam Mann, Michael. Incoherent
Empire. London: Verso, 2005, hal. 159-173.
9 Menarik bahwa setelah terbunuhnya Osama bin Laden, Al Qaeda merencanakan untuk membangun front
Al Qaeda ke dua di Indonesia. Lihat "Al-Qaeda Buka Front Kedua di Indonesia," Kompas, Kamis 26 Mei 2011,
hal.3. Hal ini setidaknya menunjukkan bahwa organisasi teroris ini sangat mobil, di samping posisi stretagis
Indonesia dalam konteks gerakan terorisme berlandaskan ideologi radikal Islam.
10http://www.america.gov/media /pdf/ejs/ardiives /obama_cairo_speech.pd [30 Mei 2011].
11 Golose, Petrus, R.; Scheuer, Michael, op. cit., hal. 111-126; Tibi, Bassam. The Challenge o f
Fundamentalism: Political Islam and the N e w W orld Disorder. Berkeley: University of California Press, 2002,
hal. 158-178.
12 Lihat, Staf Ahli Bidang SosBud BIN. Deradikalisasi: M em aham i Radikalisme Islam dari A kar Persoalannya.
Jakarta: Tanpa Penerbit, 2010, hal. 5 0 -5 L
43

