Page 17 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 17
31
f. Aspek Ekonomi
Kesenjangan pembangunan ekonomi antara wilayah non-
perbatasan dengan wilayah perbatasan dapat diindikasikan dari gap
(ketimpangan) pendapatan perkapita, kualitas sumber daya manusia,
ketersediaan sarana dan prasarana seperti transportasi, energi dan
telekomunikasi, pelayanan sosial dan pendidikan telah memperlambat
jalannya proses pembangunan. Perekonomian wilayah perbatasan
Kalimantan Barat dengan Malaysia dapat dikatakan terbelakang
karena minimnya infrastruktur ekonomi dan kondisi medan yang
berbukit.
Permasalahan yang dihadapi masyarakat di kawasan
perbatasan biasanya selalu terkait dengan pembangunan ekonomi
negara tetangga dan ketertinggalan yang dihadapi. Permasalahan
tersebut dapat dirinci sebagai berikut: (1) terjadinya kemajuan
ekonomi Malaysia di satu pihak dan kemerosotan ekonomi Indonesia;
(2) tingginya kesenjangan sosial ekonomi antara masyarakat
perbatasan di Provinsi Kalimantan Barat dengan masyarakat
perbatasan di Negara Bagian Sarawak; (3) adanya kesenjangan
sosial ekonomi masyarakat kota dan desa di kawasan perbatasan; (4)
terjadinya impor konsumtif yang terus meningkat dan akan
mengganggu penggunaan produksi buatan Indonesia; (5) potensi
sumber daya alam yang besar belum menghasilkan suatu produk
unggulan yang bernilai tambah tinggi melalui proses industri; (6)
belum berkembangnya sektor pertanian yang mempunyai keunggulan
komparatif dalam rangka menciptakan ketahanan pangan dan
memanfaatkan peluang pasar yang ada di Malaysia.30
Secara makro, ekonomi perbatasan masih didominasi sektor
pertanian (menyumbang sekitar 36% - 47% PDRB Kabupaten),
khususnya tanaman pangan dan perkebunan rakyat (lihat tabel2).
Kabupaten Sambas relatif maju dalam sub sektor tanaman pangan,
perkebunan rakyat, peternakan dan perikanan.
30 Dendi Kumiadi, Strategi Pengembangan Wilayah Perbatasan Antamegara: Memacu
Pertumbuhan Ekonomi Entikong Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat

