Page 4 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 4

60

 2 ). Jumlah penduduk Indonesia yang besar, seharusnya menjadi
 potensi tenaga kerja yang sangat potensial untuk menjajaki
 kemungkinan pengembangan sektor pertanian di luar Jawa, dalam
 kenyataannya kurang bisa didayagunakan karena adanya
 pemahaman bahwa profesi petani bukanlah profesi yang menjanjikan
 kehidupan yang layak;
3 ) . Otonomi daerah atau desentralisasi yang semula dimaksudkan
untuk lebih mendekatkan kewenangan pemerintah kepada
masyarakat, dalam praktiknya menjadi lahan munculnya para “Raja
Kecil” di daerah, yang bukan saja menjauh dari rakyatnya tetapi juga
lebih berorientasi pada pembangunan yang hanya mengutamakan
peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Karena lebih
mengutamakan PAD inilah, seringkali muncul kebijakan daerah yang
merugikan kepentingan pertanian dan perkebunan, misalnya lahan-
lahan produktif kemudian dialihfungsikan bukan untuk kepentingan
pertanian atau perkebunan. Disamping itu, dalam kaitan dengan
anggaran pembangunan yang seharusnya bisa dialokasikan secara
proporsional untuk meningkatkan usaha ketahanan pangan di
daerah, dalam kenyataannya tidak tepat sasaran sehingga
menimbulkan inefisiensi.
4 ). Pengalihan fungsi lahan sawah ke bukan usaha tani padi dan
ke non-pertanian terus berlangsung dengan percepatan tinggi. Di
samping itu pengelolaan pertanian yang dilaksanakan oleh para
petani di Indonesia masih bersifat tradisional. Kondisi petani
sebagian besar berskala kecil, dengan luas pemilikan lahan hanya
0,3 hektar, di mana 70 persen diantaranya termasuk golongan
masyarakat miskin. Sedangkan dari pendapatan rumah tangga,
hanya mencapai 30 persen terhadap total pendapatan keluarga dan
sekitar 60 persen petani adalah net consumer beras.
5 ). Masuknya informasi-informasi yang kontra-produktif melalui
media komunikasi modem yang langsung diserap masyarakat.
Padahal sebagian besar masyarakat Indonesia cara berpikirnya
masih tradisional. Begitu mudahnya informasi tentang pola hidup
   1   2   3   4   5   6   7   8   9