Page 5 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 5
-35-
yang menyertainya tak lagi memungkinkan aktor (lembaga penghasil
inovasi) dalam sistem inovasi bekerja sendiri secara terisolasi. Hal ini
dapat ditunjukkan dalam proses pembangunan pertanian di Indonesia.
Isu adanya kesenjangan hasil penelitian dengan hasil petani dalam
penerapan teknologi hingga saat ini masih sering terdengar. Hal itu
kemungkinan disebabkan adanya beberapa faktor antara
lain lemahnya akses petani kepada lembaga penelitian (sumber
teknologi), beragamnya kondisi agroekologi wilayah Indonesia,
berubahnya sistem penyuluhan pertanian sebagai konsekuensi
penerapan Otonomi daerah, faktor lingkungan perekonomian
(jaminan pemasaran, harga produk, harga input, biaya transportasi,
dan Iain-lain), faktor internal petani seperti umur, pendidikan, sikap
terhadap risiko, sikap terhadap perubahan, pola hubungan
petani dengan lingkungannya, motivasi beusahatani, dan karakteristik
psikologi individu petani.
c. Lemahnya Penerima Inovasi Teknologi Pertanian
Kondisi petani di Indonesia sangat beragam dengan
sumberdaya dan agroekologi yang beragam pula. Kondisi ini
menyebabkan petani sulit menerima inovasi teknologi karena
perbedaan cara pandang, proses memahami, kecepatan menyerap
informasi tentang inovasi teknologi baru yang sering tidak lengkap
infonya sampai ke petani. Selain itu, inovasi teknologi yang
disebarkan kurang spesifik dan kurang sesuai dengan sumberdaya
petani.
Dari aspek kelembagaan, pengembangan usahatani di beberapa
desa umumnya masih memiliki kelemahan, antara lain organisasi
kelompok tani sebagai kelas belajar, unit produksi, dan wahana
kerjasama belum berfungsi secara optimal, belum adanya wadah
penyedia modal, input produksi, dan kesulitan mengakses pasar hasil
pertanian, dan koperasi desa belum berfungsi dalam mendukung
usahatani. Dalam rangka membantu petani menyelesaikan
permasalahan yang ada, diperlukan upaya pemberdayaan baik