Page 17 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 17

BAB I
                                          PENDAHULUAN

 1. Umum
        Perkembangan kejahatan internasional sebagai international crimes

 stricto sensu dalam bentuk pelanggaran hak asasi manusia (pelanggaran
 HAM) dimulai sejak Peradilan Internasional pertama terhadap Peter von
 Hagenbach tahun 1474. Perkembangan selanjutnya muncul Perjanjian
 Perdamaian Wesphalia (Jerman) tahun 1648 yang mengakhiri perang 30
tahun dan memunculkan desakan untuk melakukan penuntutan
internasional terhadap pelaku pelanggaran hukum humaniter.1 Setelah
Perang Dunia II (PD II) terdapat pembentukan Mahkamah Pidana
Internasional (MPI) atau International Criminal Court (ICC) bersifat Ad Hoc
oleh negara-negara pemenang PD II untuk mengadili sejumlah kasus
pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pelaku dari negara yang kalah
pada PD II (Jerman dan Jepang), yakni: ICC Nuremberg atau The
International Military Tribunal yang berkedudukan di Nuremberg-Jerman
tahun 1945, dan ICC Tokyo atau The International Military Tribunal for the
Far East yang berkedudukan di Tokyo-Jepang tahun 1946.

       Setelah perang dingin (cold war) berakhir pada tahun 1990-an,
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk MPI
atau ICC bersifat Ad Hoc yang memeriksa dan mengadili pelaku kejahatan
internasional, sehubungan dengan the most serious of crimes yang terjadi
di tengah-tengah menguatnya penghormatan terhadap HAM, yakni: ICC
Yugoslavia atau The International Criminal Tribunal for the Former
Yugoslavia (ICTY) berkedudukan di Den Haag-Belanda tahun 1993; dan
ICC Rwanda atau The International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR)
berkedudukan di Arusha-Tanzania tahun 1994.

       1 William A. Schabas, An Introduction to the International Criminal Court,

Cambridge: Cambridge University Press, 2001.

                                                    1
   12   13   14   15   16   17   18   19   20