Page 17 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 17

29

 Perkebunan Spesifik Lokasi, menyebutkan bahwa Penetapan WGPPPSL
yang berada dalam satu wilayah kabupaten/kota dilakukan oleh
 bupati/walikota. Kemudian dalam ayat (6) dinyatakan bahwa penetapan
WGPPPSL oleh bupati/walikota merupakan bagian dari rencana detil tata
ruang kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang penataan ruang. Namun demikian, belum ada
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah yang
mengatur tentang penetapan WGPPPSL. Bahkan, hingga saat ini belum
diterbitkan peraturan menteri mengenai penyusunan dan pengisian Buku
Peta Batas dan Buku Spesifikasi WGPPPSL yang memuat tentang
persyaratan penetapan WGPPPSL di daerah sebagaimana dimaksud
dalam pasal 4. Bila secara aturan belum lengkap, maka sudah dapat
dipastikan bahwa peta lokasi dan penandaan terhadap lahan perkebunan
kopi berkelanjutan di lapangan pun nyaris tidak ada.

       Kondisi ini mengindikasikan bahwa perlindungan terhadap lahan
perkebunan kopi berkelanjutan masih lemah, dalam arti bilamana terjadi
alih fungsi lahan perkebunan kopi untuk kepentingan lainnya, maka akan
sulit untuk diproses secara hukum. Pengalaman menunjukkan pada tahun
2009 terjadi penurunan luas areal perkebunan kopi di Indonesia, yakni dari
tahun sebelumnya seluas 1,295 juta hektar menjadi 1,266 juta hektar. Luas
areal perkebunan kopi tersebut berkurang kembali pada tahun 2010
menjadi 1,21 juta hektar32.

       Perkembangan produksi perkebunan kopi di Indonesia dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.

                                       Tabel 3.1.
PERKEMBANGAN PRODUKSI PERKEBUNAN KOPI 2010-2012

Tahun  2008  2009  2010  2011  2012

Produksi (Ton) 698.016 685.170 686.921 638.647 691.163

S u m b er: Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Rl Tahun 2014

32 Data Perkembangan Luas Areal Perkebunan 2008-2013. Direktorat Jenderal
Perkebunan Kementerian Pertanian Rl.
   12   13   14   15   16   17   18