Page 5 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 5
belum adanya konsistensi kebijakan ekonomi nasional, belum
optimalnya pengelolaan SKA, rancunya perundang-undangan
keuangan negara, rancunya otoritas pemungut keuangan negara,
belum berubahnya paradigma aparatur pemungut keuangan negara,
dan belum berhasilnya eliminasi budaya KKN.
3. R uang L in g k u p dan Tata U ru t
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara (UU Keuangan
Negara), pengertian Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa
uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.5 Berbeda dengan
nomenklatur dalam APBN/RAPBN, tidak ada terminologi dan definisi
Penerimaan Dalam Negeri dalam UU Keuangan Negara. Terminologi yang
ada adalah Penerimaan Negara, yang didefinisikan sebagai uang yang
masuk ke kas negara (Pasal 1 angka 9). Sungguh sebuah definisi yang
terlalu umum dan absurd, tanpa penjelasan yang memadai.
Inkonsistensi termonologi terlihat pula dalam Nota Keuangan yang
menggunakan istilah Pendapatan Negara dan Hibah. Pasal 1 angka 13
UU Keuangan Negara mendefinisikan pendapatan negara sebagai hak
pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih,
namun tidak diatur pengertian hibah.
Untuk kepentingan TASKAP ini, secara bersamaan akan digunakan
nomenklatur dalam APBN-P 2010/2011 dan Nota Keuangan yang
menggunakan 2 (dua) terminologi, yaitu penerimaan dalam negeri (APBN)
dan pendapatan negara (Nota Keuangan). Oleh karena itu, dalam
TASKAP ini penulis membatasi hanya pada pendapatan negara non
hibah. Kemudian, dengan mendasar pada esensi konsepsi teoritik
5 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003
Tentang Keuangan Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47.
7

