Page 19 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 19
orang Tionghoa terdiri atas pemilik toko, penjual kerajinan tangan dan mebel,
dan bahkan penyapu jalan dan tukang becak di wilayah kota yang kurang berada
seperti Tangerang dan Singkawang.
Perlu juga kita perhatikan adanya perusahaan besar yang dimiliki pribumi
Indonesia yang tumbuh pesat di era Orde Baru Suharto. Misalnya, Achmad
Bakrie, mantan ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia, memimpin
kelompok Bakrie yang jaya saat itu dengan kegiatan usaha di bidang
perkebunan, kontruksi, dan perdagangan (Brown, 2003). Pemain utama lain
yang paling menonjol terdiri atas beberapa anak Suharto, termasuk Bambang,
Sigit, Tommy, dan Tutut. Pemilik perusahaan besar milik pribumi tentunya terkait
dengan pemegang kekuasaan politik. Keterlibatan anak-anak Suharto
merupakan contoh paling jelas dari hal ini.
Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang terang-terangan, dan hak
istimewa yang diberikan kepada para cukong terus menerus menimbulkan
amarah pribumi selama masa pemerintahan Suharto. Praktik ini menjadi salah
satu penyebab terjerumusnya Indonesia ke jurang depresi ekonomi selama krisis
keuangan tahun 1997 yang membuat Indonesia terpuruk. Kebencian yang
semakin memuncak terhadap pemerintahan Suharto, harga bahan bakar dan
pangan yang melejit, dan penembakan mahasiswa pendemo (Elang Mulia
Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan dan Hendriawan Sie) meluncurkan
revolusi yang menyebabkan lengsernya Suharto dari kekuasaan di bulan Mei
1998.
Krisis sosial yang disebabkan oleh amuk massa pada peristiwa-peristiwa
guncangan politik pada tahun 1998, 1965 dan sebelumnya, menunjukkan bahwa
ketahanan nasional negara kita ini dapat terancam oleh peristiwa-peristiwa
tersebut. Kerusuhan Mei 1998 menandai berakhirnya Orde Baru dan
menghasilkan kelahiran kembali bahasa dan kebudayaan Tionghoa di Indonesia
(renaissance o f Chinese language and culture). Kerusuhan tersebut juga
5

