Page 6 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 6
Mandarin, dan semua bentuk serta pengungkapan yang dapat ditelusuri
asal-usul kebudayaan Tionghoanya, seperti perayaan Tahun Baru Imlek.
c. Reformasi: Era pemerintahan Republik Indonesia pasca Orde Baru
(setelah 1998 sampai saat ini) di mana kebudayaan dan bahasa Tionghoa
mengalami kelahiran kembali (renaissance o f Chinese language and
culture). Jumlah sekolah bahasa Mandarin tumbuh pesat, organisasi
Tionghoa kembali aktif dan kegiatan silang budaya antara suku Tionghoa
dan suku-suku lain di Indonesia dapat dilestarikan.
d. Pribumi: Warga negara dari suatu negara yang berdasarkan keturunan
etnik atau pertalian darah berasal asli dari negara tersebut.
e. Non-pribumi: Istilah yang sering diberikan kepada warga negara suatu
negara berdasarkan pertalian darah atau etnik yang bukan berasal dari
negara tersebut seperti keturunan Arab, India, Tionghoa, Belanda, dll.
Namun, sejak tahun 2008, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menetapkan masyarakat Tionghoa sebagai salah satu ‘suku’ integral Rl,
dan seharusnya tidak ada lagi perbedaan dari pribumi dan non-pribumi
karena semua Warga Negara Indonesia adalah bagian utuh daripada
NKRI.
f. ‘Cina’: Adalah orang-orang dari kelompok etnis Tionghoa. Kata ‘Cina’
pertama kali digunakan oleh pemerintah pada tahun 1967. Menurut
Coppel (1983), ‘Cina’ lebih berkonotasi rasis dan politis. Oleh dari itu,
penulis lebih banyak memakai kata ‘China’, ‘Tiongkok’ untuk mengacu
kepada negara Republik Rakyat China atau Republik Rakyat Tiongkok
dan ‘Tionghoa’ lantaran lebih mengacu pada sesuatu kelompok etnis.
g. Hoakiau/Hoa Jiao: Keturunan etnis Tionghoa yang bertempat tinggal di
luar daratan Tiongkok. Kelompok etnis Tionghoa ini juga sering disebut
komunitas diaspora Tionghoa.
10

