Page 16 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 16

28

12. Kondisi Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Saat Ini.

         Pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia telah
melewati beberapa fase penting dalam upaya mewujudkan cita-cita dan
tujuan nasional serta membenkan arah yang jelas bagi pembangunan
nasional. Fase awal pelaksanaan kebijakan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal di Indonesia bergulir pada awal tahun 2000 saat
ditetapkannya UU No 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999. Saat ini,
pelaksanaan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dilaksanakan
berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 yang
mengamanatkan bahwa pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah harus dilakukan secara adil, proporsional, dan akuntabel
sehingga kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab daerah
dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dana desentralisasi secara
efektif dan efisien untuk mendanai kebutuhan pengeluaran yang menjadi
kewenangan daerah. Untuk mendapatkan hubungan yang adil dan selaras
tidak cukup melihat dalam UU No. 33 tahun 2004 saja, akan tetapi harus
melihat keseluruhan sistem yang ada dalam UU, di antaranya UU No. 17
tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, serta UU APBN.

          Munculnya kebijakan otonomi daerah sebagai kelanjutan konsep
desentralisasi, tidaklah terjadi begitu saja. Secara umum kebijakan ini muncul
karena penerapan konsep dan praktik pembangunan yang tidak berangkat
dari kebutuhan masyarakat lokal (local needs). Model pembangunan bercorak
sentralistik yang diterapkan oleh pemerintahan Orde Baru sama sekali tidak
berorientasi pada penguatan basis dan sistem ekonomi kerakyatan. Selama
ini, model pembangunan lebih menekankan pada aspek pertumbuhan
(developmentalism), ketimbang aspek pemerataan. Walhasil, berimplikasi
negatif dengan semakin lebarnya disparitas yang tentunya memunculkan
ketidakadilan Alasan inilah, yang mengilhami pemikiran tentang
mendesaknya pemberian hak yang lebih luas kepada daerah dengan solusi
desentralisasi wewenang dalam bentuk otonomi daerah. Namun, pemberian
otonomi kepada daerah bukan untuk menggemukkan birokrasi pemerintahan
daerah dan bukan pula menjadikan birokrasi daerah sebagai centered power
   11   12   13   14   15   16   17