Page 17 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 17

BABI
                                         PENDAHULUAN

1. Umum

         Kesadaran nasionalisme kita akan terusik saat mengetahui ada pihak
asing yang melarang dan mengancam akan memperkarakan siapapun yang
menggunaan nama satu daerah di Indonesia untuk memasarkan atau
mengekspor satu produk yang benar-benar asli Indonesia ke Eropa
khususnya ke Belanda. Adalah Holland Coffee B.V., sebuah perusahaan
Belanda yang berbasis di Amsterdam, yang telah mendaftarkan merek
“Gayo Mountain Coffee” di Belanda, merasa sebagai satu-satunya pihak
yang secara sah memiliki nama “Gayo” sebagai nama dagang produk kopi
di Belanda. Sehingga merasa berhak untuk melarang siapapun yang
mencoba untuk menggunakan nama dan atau menjual suatu produk dengan
nama yang sama atau yang mirip dengan merek yang sudah didaftarkannya
itu. Dengan kata lain, merek kopi Gayo hanya boleh digunakan dalam
perdagangan internasional oleh perusahaan yang berbasis di Amsterdam
tersebut, sementara itu jika ada piahk lain, termasuk eksportir dari Indonesia
yang akan mengekspor produk kopi Gayo, disarankan untuk menggunakan
nama Kopi Mandheling atau Mandailing. Padahal siapapun tahu bahwa
Gayo dan Mandailing itu berlainan.1

         Kondisi yang sama juga menimpa komoditas kopi dengan merek
“Toraja” yang telah didaftarkan mereknya di Jepang oleh perusahaan Key
Coffee Co, sejak tahun 1976. Dengan bekal pendaftaran merek tersebut,
maka Key Coffee Co memegang monopoli merek/nama dan penjualan kopi
Toraja di Jepang. .Selanjutnya, kasus lain hampir menimpa produk beras,
yaitu Beras Adan Krayan, yang dihasilkan petani dari wilayah Krayan,
sebuah kecamatan terpencil di perbatasan Indonesia-Malaysia di
Kalimantan Timur, jika saja pemerintah Indonesia tidak cepat tanggap atau
terlambat untuk memberikan perlindungan “Indikasi Geografis" terhadap
komoditas pangan unggulan ini.

            “Belajar dari kasus Kopi Gayo dan Toraja”, Bisnis Indonesia Jum’at, 14 Maret 14,
2008
   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21