Page 16 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 16

58

penurunan susut 1%. Pengendalian operasi terpadu dan dampak
perubahan iklim sehingga luas pertanaman yang aman minimal 95%
melalui pengendalian hama terpadu (PHT), peningkatan penggunaan
pupuk menjadi 54% (organik dan non organik), peningkatan intensitas
penyuluhan dan menerapkan teknologi produktivitas bio hayati organik.
Tidak kalah pentingnya adalah penambahan luas panen minimal 5 %
per tahun. Kesemuanya tadi akan meningkatkan produktivitas dari 4,7
ton/ha menjadi 5,8 ton/ha dan IP dari 200 menjadi IP 300 atau IP 400
sehingga akan dapat mengurangi impor jagung yang saat ini berkisar
11 persen ( 2 juta ton impor dari 18 juta ton produksi jagung).
Diharapkan dengan tingkat pertumbuhan produksi 2% sampai 6,5 %
per tahun maka pada tahun 2014 Indonesia akan dapat
berswasembada sekaligus bisa mengekspor jagung.

         Dengan corak tanam jagung yang lebih menyukai lahan kering
maka pengelolaan dan pemberdayaan yang dilaksanakan untuk
memacu produksi jagung di masa depan masih dapat dilakukan,
bahkan sekalipun untuk dapat mencapai surplus (ekspor). Hal ini
sangat rasional untuk dapat diwujudkan dengan memanfaatkan lahan
tidur dan lahan kering potensial yang diperkirakan luasnya sekitar 20,1
juta hektar serta didukung dengan kesiapan stakeholder dari hulu
sampai hilirnya.

         Untuk mengatasi kesulitan dalam pasca panen, diperlukan
adanya turun tangan dari Pemerintah untuk menyiapkan fasilitas
penyimpanan yang memadai, sehingga saat produksi jagung tinggi
pada awal musim hujan jagung dapat disimpan untuk memenuhi
kebutuhan pada musim paceklik. Dengan demikian Indonesia tidak
perlu mengimpor jagung lagi bahkan diharapkan bisa berswasembada
dan melaksanakan ekspor ke luar negeri. Dengan adanya fasilitas
penyimpanan yang memadai maka kualitasnya akan tetap terjaga baik,
   11   12   13   14   15   16   17