Page 4 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 4

46

pembangunan atau untuk mempekuat kapabilitas industri yang dimiliki oleh
negara kita. Hal ini perlu diperbaiki, dengan menjadikan SKA sebagai basis
atau sumber bahan baku untuk produksi yang dapat membantu Indonesia
untuk meningkatkan keunggulan dan daya saing bangsa. Selain itu, kita juga
harus mengelola SKA kita sebagai sumber bahan bakar untuk menggerakkan
industrialisasi yang akan menggerakkan perekonomian kita.

b. Kebijakan kurang konsisten

     Terkait dengan UU No. 4 tahun 2009 tentang Penambangan Minerba, Hasil
survei tahunan PricewaterhouseCoopers (PwC) yang dirilis akhir Februari 2008
lalu, menyoroti sedikitnya ada lima persoalan utama yang hingga kini masih
membelit dan memperburuk citra sektor pertambangan Indonesia. Kelima
permasalahan utama itu adalah 1) konflik antara peraturan pertambangan dan
peraturan kehutanan, 2) tumpang tindih dan kontradiksi antara peraturan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, 3) permasalahan pajak, 4)
keterlambatan dalam penyelesaian undang-undang pertambangan yang baru,
dan 5) ketidakadilan dalam divestasi kepemilikan tambang asing serta
penutupan tambang. (Republika, 31 Juli 2008).

     Berbagai permasalahan di atas kurang lebih dapat menggambarkan betapa
strategis dan vitalnya peran undang-undang pertambangan yang baru untuk
menggantikan Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pertambangan yang sudah tidak sesuai perkembangan
nasional dan internasional. Oleh karena itu, dapat dipahami jika pro dan kontra
terus membayang-bayangi pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (“UU Minerba”) sejak awal
pembahasannya kurang lebih tiga tahun silam (4 Juli 2005) hingga akhirnya
disahkan oleh DPR dan pemerintah baru-baru ini (16 Desember 2008).

c. Kurang Mandiri dalam Pengelolaan SKA

          Pokok Persoalan selanjutnya adalah terkait dengan masih lemahnya
pengawasan pemerintah dalam pengelolaan SKA, terutama terhadap pihak
   1   2   3   4   5   6   7   8   9