Page 10 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 10
102
d. Pemerintah Indonesia belum menemukan suatu format kebijakan
penanganan konflik yang menyeluruh (comprehensive), integratif,
efektif, efisien, akuntabel dan transparan serta tepat sasaran, yang
ditandai dengan penanganannya yang masih bersifat operasional
reaktif, terkesan hanya seremonial saja, menonjolkan ego sektoral
masing-masing instansi dan penanganan konflik dengan cara
militeristik atau represif (penegakan hukum).
e. Penanganan konflik untuk mencegah disintegrasi bangsa dapat
dilakukan secara komprehensif, integratif, efektif, efisien, akuntabel
dan transparan serta tepat sasaran dengan mendasarkan pada
pendekatan dialogis dan cara damai melalui kegiatan deteksi dini,
pengintegrasian data atau peta wilayah potensi konflik,
penanganannya dilaksanakan secara terpadu, menyentuh akar
masalah, tegas, dan berdasarkan landasan hukum yang memadai.
29. Saran
a. Pemerintah dan DPR agar membentuk badan penanganan konflik
sosial yang bertugas menyusun dan mensosialisasikan kerangka
nasional penanganan konflik sosial (pencegahan, penghentian, dan
pemulihan pasca konflik), memonitor penanganan konflik di wilayah
yang sedang terjadi konflik, dan mengevaluasi kegiatan yang
sudah dilaksanakan guna perbaikan penanganan konflik di masa
mendatang.
b. Pemerintah secara berjenjang menyusun SOP penanganan konflik
yang berlaku untuk setiap daerah. Karakteristik konflik sosial di
setiap wilayah adalah berbeda, sehingga SOP harus disesuaikan.
SOP yang disusun merupakan penjabaran dari Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan
Konflik Sosial dan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2013 Tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam
Negeri.