Page 2 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 2

44

pembangunan Pemerintah sangat terbatas. Faktor lain yang menjadi
permasalahan didalam peningkatan kualitas pelayanan pelabuhan,
adalah dilihat dari gatra politik, yakni penyelenggaraan pelabuhan
termasuk salah satu tanggung jawab Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten / Kota, sesuai dengan desentralisasi pemerintahan, namun
Pemerintah Daerah kurang memberikan perhatian dan anggaran untuk
membangun pelabuhan di pulau-pulau kecil dan terpencil yang menjadi
tanggung jawabnya.

    Rendahnya kualitas pelayanan pelabuhan tercermin pada kinerja
pelayanan operasional kapal dan barang diberbagai pelabuhan
nasional yang masih rendah, antara lain: dilihat dari indikator
pelayanan waktu tunggu sandar (waiting for berth/WT), lama kapal di
dermaga (berthing time/BT), Idle time (IT) dan non operating time
(NOT).

    Waktu tunggu kapal untuk bisa sandar di pelabuhan utama
mayoritas berkisar antara 60 sampai dengan 82 jam, dan berthing time
tertinggi 83 jam di dermaga pelabuhan Belawan, disusul Tanjung
Pinang 78 jam, Lhokseumawe 67 jam, Samarinda 66 jam, dan
terendah di Jayapura 15 jam. Sedangkan non operating time juga
masih tinggi, terutama di pelabuhan Tanjung Pinang 60 jam, Belawan
49 jam, dan Pekanbaru 48 jam. Tingginya waktu tunggu kapal dapat
disebabkan keterbatasan dermaga yang tersedia, tetapi dapat pula
belum selesainya pengurusan clearance dari unit kerja pemerintahan
lain. Di pelabuhan Singapore dan Tanjung Pelepas (Malaysia) waktu
tunggu kapal maksimum 1 jam bahkan sebagian besar zero waiting
time.

     Produktivitas bongkar muat masih rendah, juga menyebabkan
tingginya waktu gilir kapal (turn round time) di pelabuhan. Produktivitas
bongkar muat di terminal peti kemas tertinggi terjadi di Makassar
sebesar 25 Box/Crane/Hour (B/C/H), disusul Tanjung Priok dan
Tanjung Perak masing-masing 23 B/C/H. Di pelabuhan Singapore dan
Tanjung Pelepas (Malaysia), produktivitas bongkar muat peti kemas
dapat mencapai 35 sampai dengan 40 B/C/H. Kondisi kinerja
   1   2   3   4   5   6   7