Page 3 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 3
19
keterikatan manusia dengan hukum yang telah hidup dalam lingkungan
sosialnya (living law);
Dari pandangan di atas, Ehrlich melihat pengaruh hukum
terhadap masyarakat dengan pendekatan dari hukum masyarakat.
Intinya adalah, bahwa, ’’Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai
dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat”. Teori Ehrlich ini
berpangkal pada perbedaan antara hukum positif (hukum yang
berlaku, law in book) dengan hukum yang hidup {living law) dalam
masyarakat. Dia menyatakan hukum positif hanya akan efektif apabila
sielaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat, yang dalam
istilah antropologi dikenal sebagai pola-pola kebudayaan (culture
patterns)'9
Teori ini di Indonesia kemudian dikembangkan oleh Mochtar
Kusumaatmadja sebagai teori hukum pembangunan. Menurutnya,
hukum yang baik harus memenuhi empat syarat, yaitu: 1) sesuai dan
memperhatikan kesadaran hukum masyarakat; 2) tidak boleh
menghambat modernisasi; 3) dapat menjadi sarana pembaruan
masyarakat; dan 4) mempunyai kekuatan legalisasi dari negara.
Mochtar menegaskan bahwa ’’hukum tanpa kekuasaan adalah angan-
angan dan kekuasaan tanpa hukum adalah kezaliman.”20
Adapun Teori Penal Policy ini merupakan bagian dari tiga
komponen ’’modem criminal science”, sebagaimana dikemukakan
March Ancel. Dua komponen lainnya adalah Criminology dan Criminal
Law.2' Penal Policy, didefinisikan oleh Ancel, adalah suatu ilmu
sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk
memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik
dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-
undang, melainkan juga kepada pengadilan yang menerapkan undang-9*21
19Soejono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum (Jakarta: Rajawali, 1991),
him. 36.
^Kusumaatmadja, Op. Cit., him. 31.
21March Ancel, Social Defence: A Modem Approach to Criminal Problem
(London: Routledge & Kegan Paul, 1965), him. 4-5.