Page 10 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 10
40
e. Belum adanya Sinergi daiam Pengelolaan Wilayah
Perbatasan.
Pengelolaan kawasan perbatasan belum dilakukan secara
terpadu dengan mengintegrasikan seluruh sektor terkait. Sampai
saat ini, permasalahan beberapa kawasan perbatasan masih
ditangani secara ad hoc, sementara (temporer) dan parsial serta
lebih didominasi oleh pendekatan keamanan (security) melalui
beberapa kepanitiaan (committee), sehingga belum memberikan
hasil yang optimal. Komite-komite kerjasama penanganan masalah
perbatasan yang ada saat ini antara lain General Border Comitee
(G B C ) RI - Malaysia, Joint Border Committee (J B C ) RI - Papua
New Guinea; dan Joint Border Committee R I-U N M IS E T (Tim or
Leste).
Sejalan dengan reorientasi kebijakan pembangunan di
kawasan perbatasan, melalui Undang-Undang Nom or 43 Tahun
2008 tentang Wilayah Negara yang memberikah mandat kepada
Pemerintah untuk membentuk Badan Pengelola Perbatasan di
tingkat pusat dan daerah dalam rangka mengelola kawasan
perbatasan. Berdasarkan amanat U U tersebut, Pemerintah melalui
Peraturan Presiden Nom or 12 Tahun 2010 membentuk Badan
Nasional Pengelola perbatasan (B N P P ). Dalam konteks
pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan, B N PP
mengedepankan sinergi kebijakan dan program, sehingga
kelemahan dan keterbatasan yang ada selama ini, yakni
penanganan perbatasan negara secara ad-hoc dan parsial serta
egosektoral, yang telah mengakibatkan overlapping dan
redundance serta salah sasaran dan inefisiensi dalam pengelolaan
perbatasan, diharapkan dapat diperbaiki.
U U No. 17 Tah u n 2007, Tentang Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (R P JP N ) tahun 2005 -2025 peran serta
Kementrian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal dalam