Page 11 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 11
51
melanggar hukum adat kemudian kepala dan para pemuka adat
memberikan reaksi adat (sanksi adat) maka yang bersangkutan
tidak dapat diajukan lagi untuk kedua kalinya sebagai terdakwa
dalam persidangan Badan Peradilan Negara (Pengadilan Negeri)
dengan dakwaan yang sama melanggar hukum adat dan
dijatuhkan pidana penjara menurut ketentuan KUH Pidana (pasal
5 ayat (3) sub 6 UU Darurat nomor 1 Tahun 1951) sehingga
dalam keadaan demikian pelimpahan berkas perkara serta
tuntutan kejaksaan di Pengadilan Negeri harus dinyatakan tidak
dapat diterima (niet ontvemkelijk verklaard). Konklusi dasar dari
yurispondensi tersebut mengakui eksistensi peradilan adat
dimana adanya mediasi penal antara pelaku dengan korban,
kemudian penjatuhan sanksi adat tersebut dilakukan sebagai
suatu pemulihan keseimbnagan antara pelaku dengan
masyarakat adatnya sehingga keseimbangan antara alam
kosmis dan non kosmis menjadi kembali seperti sedia kala.
5) Praktik peradilan tingkat pertama terhadap mediasi penal
dalam bentuk lain sebagaimana tercantum dalam putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur nomor
46/Pid/78/UT/WAN tanggal 17 Juni 1978 dalam perkara Ny. Ellya
Dado yang dikenal dengan kasus Ny. Elda, dimana terjadi
penyelesaian sengketa secara damai, maka perbuatan diantara
para pihak tidak merupakan suatu kejahatan atau pelanggaran
yang dapat dihukum lagi dan oleh karenanya melepaskan
tertuduh dari segala tuntutan hukum. Dalam dimensi lain ternyata
pada saat ini ratio decidendi putusan tersebut juga dipergunakan
oleh Mahkamah Agung RI dalam mengadili perkara pada tingkat
peninjauan kembali nomor 107PK/Pid/2006 tanggai 21
November 2007.