Page 8 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 8

48

  tumbuh dan berkembang bersama masyarakat.44Hal inr menunjukkan
  bahwa hukum dan masyarakat merupakan dua sisi yang harus dibahas
 bersama-sama.Hal ini berarti pula bahwa kesadaran hukum masyarakat
 dan nilai-nilai yang tumbuh di masyarakat sangatlah penting baik dalam
 pembentukan hukum maupun penegakan hukum.

           Dalam praktik sosial pada masyarakat Indonesia, lembaga
 mediasi penal sudah lama dikenal dan menjadi tradisi antara lain pada
 masyarakat Papua, Aceh dan Bali. Pada masyarakat Papua misalnya
 dikenal "budaya bakar batu” sebagai simbol budaya lokal yang
 digunakan untuk menjelaskan sengketa atau perkara termasuk perkara
 pidana melalui upaya damai demi terpeliharanya harmonisasi sosial.

          Selain itu pada masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam
 sebagaimana UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
diterapkan dan dikenal penyelesaian perkara dilakukan terlebih dahulu
melaui “Peradilan Gampong” atau peradilan damai. Dalam Qanun Aceh
nomor 9 Tahun 2008 tanggal 30 Desember 2008 tentang Pembinaan
Kehidupan Adat dan Adat Istiadat khususnya pasal 13 menentukan
penyelesaian sengketa/perselisihan adat dan adat istiadat diselesaikan
secara bertahap kemudian disebutkan pula bahwa aparat penegak
hukum memberikan kesempatan agar sengketa/perselisihan
diselesaikan terlebih dahulu secara adat atau nama lain.

          Begitu pula di Bali melalui desa adat pakraman diterapkan
adanya Awig-Awig yang merupakan dimensi lain dan identik dengan
penyelesaikan perkara diluar pengadilan melalui mediasi penal.
Misalnya dalam pasal (Pawos) 66 Awig awig desa pakraman Tanah
Aron Kabupaten Karangasem disebutkan bahwa “yang berwenang
menyelesaikan perkara di desa adalah prajuru desa sebagai hakim

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, (Bandung: Mandar Maiu

2007), him. 63.  J’
   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13