Page 3 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 3
97
karena merasa dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga, kebijakan yang dibuat
oleh pemerintah pusat maupun provinsi tidak berjalan secara efektif. Kondisi
tersebut semakin diperparah oleh kesewenang-wenangan kepala daerah
dalam mengangkat dan memberhentikan para pejabat eselon dua di
pemerintahan daerah.
Keempat, Lemahnya pengendalian dan pengawasan menyebabkan
rendahnya kualitas realisasi kebijakan pemerintah pusat oleh pemerintah
daerah. Koordinasi antar kelembagaan sulit diwujudkan, karena koordinasi
belum diletakkan dalam kerangka mekanisme formal (resmi) berupa
pembuatan memorandum of undestanding. Koordinasi masih diposisikan
sebagai berkomunikasi antar instansi, sehingga hasil koordinasi tersebut tidak
mengikat satu sama lain.
Kelima, Lemahnya kompetensi dan integritas aparatur pemerintah serta
penempatan dan promosi jabatan yang tidak mengedepankan the right man
on the right place, for the right reason, at the right time menyebabkan
lemahnya kemampuan manajerial aparatur pemerintahan dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan maupun dalam pelayanan
publik.
Keenam, Lemahnya budaya hukum dalam birokrasi pemerintahan
menyebabkan pelayanan publik menjadi sarat dengan KKN, karena tidak
adanya transparansi dan kepastian aturan dalam pelayanan publik, sehingga
mengundang munculnya praktik-praktik percaloan dalam urusan pelayanan
publik.
Guna menyikapi berbagai kelemahan diatas, maka para pemimpin
birokrasi pemerintahan harus menyadari, bahwa good governance hanya
dapat berlangsung efektif, apabila prinsip-prinsip good govenmance
diimplementasikan secara konsisten, terstruktur, berkelanjutan dan
profesional. Oleh karena itu, guna meningkatkan efektivitas implementasi
good governance, langkah-langkah yang diambil tidak dapat dilakukan secara
"parsial dan tambal sulam". Akan tetapi, diperlukan suatu langkah tindakan
yang radikal dan bersifat komprehensif integral. Langkah-langkah yang perlu

