Page 17 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 17
3
melahirkan keputusan politik untuk melakukan perubahan terhadap
Undang-Undang Nomor22 Tahun 1999 tersebut.4
Di samping itu, pada Undang-undang No. 22 Tahun 1999 terdapat
klausul yang menyatakan bahwa Provinsi bukan merupakan Pemerintah
atasan dari Daerah Kabupaten/Daerah Kota, dan hubungan antara Provinsi
dengan Daerah Kabupaten/Daerah Kota bukan merupakan hubungan
hierarkis. Pemutusan hierarki antara provinsi dan kabupaten/kota dalam
kapasitasnya sebagai daerah otonom bukan tanpa masalah karena pada
implementasinya para bupati/walikota tidak dapat memisahkan antara
fungsi gubernur sebaga kepala daerah otonom dan sebagai wakil
pemerintah pusat. Hal ini mendorong munculnya euphoria pada Daerah
Kabupaten/Kota terhadap kewenangan yang dimilikinya, sehingga
seringkali mengabaikan dan menafikan eksistensi lembaga Provinsi
maupun Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah.5
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, sebagai pengganti dari
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
memosisikan provinsi sebagai daerah otonom sekaligus sebagai wilayah
administrasi. Provinsi menjadi penghubung antara kepentingan pusat dan
daerah. Dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia, salah satu
pengimbang antara sentralisasi pemerintah pusat dan desentralisasi
pemerintah daerah ialah peran ganda gubernur. Sebagai wakil pemerintah
pusat, UU 32/2004 menjabarkan tugas dan wewenang gubernur, yaitu
pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan urusan pemerintahan
kabupaten/kota; koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintah di provinsi
dan kabupaten/kota; serta koordinasi pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan tugas pembantuan di provinsi dan kabupaten/kota.
Gubernur harus menjamin terlaksananya visi dan misi pemerintah
pusat, terutama tugas-tugas pemerintahan umum seperti stabilitas dan
4 Ibid
5 Hadiwijoyo, Suryo Sakti. 2011. GUBERNUR; Kedudukan, Peran dan Kewenangannya. Yogyakarta:
Graha ilmu.Halaman viii.

