Page 16 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 16
2
mengakibatkan BUMN kesulitan keuangan dan dukungan pendanaan dari
pemerintah akibat krisis tersebut. Tindakan korporasi ini dilakukan dengan
tetap menjalankan tugas dan peran BUMN sebagai alat negara untuk
mewujudkan agenda pembangunan nasiona! serta visi mensejahterakan
rakyat, adil dan makmur dengan kemandirian serta memiliki daya saing.
Selanjutnya BUMN diharapkan siap bersaing dengan pelaku-
peiaku ekonomi asing daiam menyongsong Masyarakat Ekonomi Asean
(Asean Economic Community /AEC) pada tahun 2015. Dimana prinsip
perdagangan bebas tanpa hambatan diterapkan dinegara-negara Asean.
Lebih lanjut BUMN Indonesia kelak dapat bertransformasi menjadi Power
House yang disegani layaknya Holding BUMN: Temasek (Singapura),
Khazanah Nasional Berhad (Malaysia) atau Sasac (China).
Mengingat sejarah perkembangan BUMN masa lalu, pada masa
Pemerintah Soekarno, Indonesia menasionalisasi +- 600 perusahaan,
sekitar 300 adalah perusahaan perkebunan, lebih dari 100 perusahaan bi-
dang pertambangan dan sisanya sektor perdagangan, konstruksi, per-
bankan serta asuransi. Setelah dilakukan restrukturisasi pada akhir masa
pemerintahan (1966), jumlah perusahaan yang dikuasai oleh negara men
jadi 233 perusahaan. Daiam pengelolaan perusahaan negara ini Presiden
Soekarno melibatkan kalangan militer sehingga muncul istilah *entrepre
neurial military o ffic e r langkah ini dipandang sebagai salah satu strategi
untuk menjaga stabilitas dan loyalitas militer.
Pemerintah Suharto membawa paradigma baru daiam bidang
ekonomi yang sebagian besar berbeda dari paradigma Orde Lama. Domi-
nasi Perusahaan Negara secara berangsur-angsur dikurangi dan berpindah
tangan ke swasta (termasuk didalamnya orang asing). Daiam konteks
pengelolaan BUMN, pada masa itu kental sekali pengaruh dan kendali De-
partemen Teknis pada masing-masing BUMN belum lagi peran DPR dan
pengaruh 'Keluarga Cendana’ serta konsep ‘Dwi Fungsi ABRI’ mewamai
peran militer dilingkungan manajemen BUMN yang mengabaikan azas
profesionalitas daiam berbisnis. Dipenghujung kekuasaan Orde Baru, atas
desakan IMF (daiam 50 butir LOI), pemerintah dipaksa menjual BUMN-

