Page 3 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 3
31
tenaga guru, jumlah murid, serta buku-buku pelajaran dan
keperluan dalam proses belajar mengajar yang lain.
Pada masa lalu (sekitar tahun 70-an) ada peran
penyelenggara pendidikan swasta yang dikenal dengan
kebijakan LOSO dan MOSO14 oleh pemerintah, dimana
aktivitas pendidikan pada umumnya dilaksanakan oleh Gereja
(Khususnya GKI) melalui lembaga-lembaga pendidikannya
dengan subsidi dari pemerintah. Sistem pendidikan
berasrama diterapkan, mulai dari tingkat Sekolah Rakyat
hingga SLTP dan SLTA. Pendidikan ini juga digunakan untuk
menyiapkan tenaga guru sekolah dan guru agama, tenaga
medis, ahli bangunan, ahli penyuluhan pertanian, dan pekerja
sosial yang merupakan bagian yang penting dari pekerjaan
Gereja15. Lembaga agama (Gereja) telah berpengalaman
dalam pengelolaan sekolah swasta dan sudah terbukti
menghasilkan guru berdedikasi tinggi yang jarang dimiliki oleh
guru-guru negeri yang diangkat oleh pemerintah16
Kalau dilihat dari angka partisipasi sekolah, sejak
dilaksanakan UU Otsus memang terlihat ada kenaikan angka
partisipasi sekolah dari tahun-tahun sebelumnya, terutama
untuk SD. Meskipun begitu hingga saat ini tercatat 73.729
dari 432.122 anak Papua berusia 7-15 tahun belum pernah
sekolah, kurang lebih sebanyak 54.936 anak usia sekolah
yang belum bisa menikmati pendidikan dasar.mereka
terkonsentrasi di daerah Pegunungan Tengah17. Sekolah-
sekolah di daerah-daerah terpencil dan pedalaman menderita
14 ) LOSO Kedua kebijakan ini mengatur berbagai pemerintah untuk pembiayaan pendidikan yang
dilakukan oleh yayasan atau lembaga swasta seperti gereja yang telah ada sejak zaman Belanda.
Lihat Frits Bernard Ramandey, dkk, Prifil Otonomi Khusus, Aliansi Jurnalis Independen Papua,
Papua, 2005, hlm.52
15 ) Data klipping dari http://kinkytheology.blogspot.com/2008/10/gereja-dan-pembangunan-di-
tanah-papua-htm!
16) Ibid, him 52
17) Data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), 2006

