Page 3 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 3
19
9. Landasan Teori.
a. Teori Pemberdayaan Wilayah.
Rappaport (1987) menyatakan bahwa para ahli kemasyarakatan
teiah mengembangkan teori pemberdayaan selama 20 tahun terakhir
ini. Pemberdayaan diartikan sebagai suatu proses, suatu mekanisme,
dalam hal ini, individu, organisasi dan masyarakat di suatu daerah akan
masalah-masalah yang mereka hadapi. Secara umum, teori
pemberdayaan mengasumsikan bahwa tindak pemberdayaan yang
diiakukan akan berbeda untuk individu dan daerah yang berbeda di
mana persepsi, keahlian dan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi
permasalahan tertentu, misalnya ketenagakerjaan akan berbeda
dengan persoalan kendudukan lainnya seperti tingkat kesehatan ibu
hamil dan persoalan remaja.9
Teori pemberdayaan sosial juga diartikan sebagai pemberian
kemampuan untuk mengeloia sumber daya yang dimiliki masyarakat
(David C Korten, 1988), sedangkan Ginanjar Kartasasmita 1996
memberikan definisi, pemberdayaan adalah upaya untuk membangun,
mendorong, memotivasi, membangkitkan kesadaran terhadap potensi
yang dimiliki. Untuk memberdayakan rakyat dibutuhkan interaksi sosial
yang berbudaya Pancasila. Interaksi dan komunikasi dua hal yang
mempunyai hubungan sating terikat sehingga diperlukan sebuah
kemampuan komunikasi dengan kegiatan komunikasi yang ditujukan
untuk menyatukan komponen-komponen budaya10 yang bervariasi dan
mempunyai perilaku berbeda-beda, sehingga komunikasi sosial
menjadi penting dalam proses pembentukan kehendak bersama.
Lahirnya konsep pemberdayaan merupakan antitesa terhadap
model pembangunan yang kurang memihak pada rakyat minoritas.
Konsep ini dibangun dari kerangka logik, sebagai berikut: (1) bahwa
9 Randy R. Wrihatnolo dan Riant Nugroho Dwidjowijoto. 2007. Manajemen Pemberdayaan
(Jakarta: PT Elex Media Komputindo), him. 177.
’° Prof Dr.H.M. Burhan Bungin.S.Sos. M.si, Sosiologi Komunikasi

