Page 13 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 13
94
BPN menjadi kurang optimal, terlebih masing-masing pihak
berlindung di bawah -UU sektoral yang mengaturnya.
Kedudukan Kepala BPN juga kurang memiliki bargaining
position yang seimbang manakala permasalahan pertanahan
yang timbul sudah memerlukan keputusan tingkat Menteri.
Pembentukan kementerian baru ini dapat ditempuh dengan
melikuidasi kementerian yang ada dengan memberikan
penguatan kelembagaan atau meningkatkan status
kelembagaan BPN menjadi Kementerian. Selanjutnya
jabatan Kepala BPN secara ex officio dijabat oleh Menteri
Agraria menjadi Menteri Agraria/Kepala BPN sebagaimana
yang pernah ada pada periode pemerintahan yang lalu.
d. Kemenkum-HAM dan BPN RI melakukan kajian akademis
pembentukan Pengadilan Khusus Pertanahan dalam lingkup
peradilan umum, dengan melibatkan pakar hukum (pidana,
perdata, tata negara, dan pertanahan), pakar sosial budaya,
pakar ekonomi, kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan
pihak-pihak terkait lainnya. Pengadilan khusus ini pada era
Soekarno pernah ada (Pengadilan Khusus Agraria) dan
pembentukannya sangat dimungkinkan berdasarkan Pasal 24
ayat (3) UUD NRI Tahun 1956 yang berbunyi : “Badan-badan
lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
diatur dalam undang-undang”. Pembentukan pengadilan
khusus ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan penanganan
kasus pertanahan yang tak berkesudahan dengan
penyelesaian yang kerap tidak jelas dan menimbulkan
ketidakpastian hukum. Dengan adanya pengadilan khusus
pertanahan ini, maka seluruh penyelesaian sengketa
pertanahan diperiksa, diadili dan diputus dalam satu peradilan
saja, sehingga diharapkan proses peradilan menjadi lebih
cepat, lebih murah, tidak ada dua putusan yang sama-sama
mempunyai kekuatan hukum tetap dan tidak ada putusan
hukum yang saling bertentangan.

