Page 11 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 11
37
semakin menjadi perhatian serius di Singapura. Sebagai negara kecil
dengan luas hanya 700 kilometer persegi dan berpenduduk 5,18 juta jiwa,
perekonomian Singapura mulai booming pasca tahun 1965. Singapura
bahkan menjadi Macan Asia. Namun setelah mengalami pertumbuhan
pesat, Singapura kini mulai menghadapi kemerosotan akibat masalah
kependudukan. Singapura semula menikmati yang disebut
sebagai demographic devidend, yaitu pertumbuhan pesat ketika
pertumbuhan penduduk melambat20. Mulai dari tahun 1990-an, Singapura
terus mengatur kebijakan untuk mengendalikan periode "keberuntungan
demografi" ini. Demografi Singapura mengalami perubahan struktur
penduduk tenaga kerja. Cara yang diambil Singapura untuk memacu
pertumbuhan penduduk tidak berhasil, sehingga pemerintah Singapura
mengambil cara imigrasi selektif.
Pertumbuhan penduduk Singapura terlalu lamban, pemerintah perlu
menyelesaikan masalah kekurangan tenaga kerja sejumlah 30-60 ribu
setiap tahun, namun kebanjiran imigran mengakibatkan kenaikan harga
rumah dan kemacetan lalu lintas. Warga biasa menganggap dirinya orang
Singapura, namun Singapura seolah-olah bukan tanah air mereka lagi.
Sementara itu, untuk stabilitas politik dan sosial, Singapura menganjurkan
para perempuan kembali bekerja setelah anaknya dewasa. Pemerintah
juga mendorong orang lanjut usia untuk menunda waktu pensiun.
Persoalan kependudukan di Singapura tentunya juga memberikan
dampak kepada perkembangan kependudukan di kawasan Asia Tenggara
khususnya untuk Indonesia, dimana dalam kurun waktu tiga tahun terakir
ini banyak warga negara Indonesia yang memiliki uang, bahkan yang
melakukan tindak korupsinya melakukan pencucian uang di Singapura dan
menjadi warga negara Singapura, untuk itu adanya E-KTP di Indonesia
sebenarnya harus dapat menjawab mengenai arus mobilisasi
kependudukan terutama ke Singapura, sehingga dapat menjadi alat
kewaspadaan nasional dalam pengendalian penduduk.
20 Diakses dari http://indonesian.cri.cn/201/2012/03/26/1s126375.html.

