Page 4 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 4
kemelek-hurufan semenjak zaman kuno. Lembaga madrasah ini juga
menjadi tempat bemaung dari kelompok masyarakat miskin dan tertindas.
Kelompok masyarakat miskin dan pelajar di madrasah-madrasah ini
ternyata berbalik menjadi senjata mematikan dalam perang non-
konvensional, setelah terjadinya perang melawan Uni Soviet pada 1980-an,
dan paska perang tersebut menjadi bagian dari apa yang disebut sebagai
gerakan militant Islam di Afghanistan dan Pakistan. Namun menurut
pengamat dan analis tersebut, para pelajar tersebut bukanlah pada dasarnya
militan dan radikal, tetapi hanyalah merupakan alat dari kekuatan radikal
untuk direkrut dan diindoktrinasi ideologi jihad.11 Menurut SM. Rahman,
“terorisme adalah produk dari suatu represi politik dan deprivasi ekonomi,
tidak peduli w am a kulit, keyakinan, dan agamanya.”12
Jika teori ini diterapkan untuk Indonesia, relevan untuk menganalisa
bahwa terorisme dan kelompok radikal yang menyebarkannya merekrut ara
calon pelaku teror dari kalangan masyarakat yang merasa tertekan secara
politik dan diperlakukan tidak adil secara ekonomi, politik, dan hukum.
Ideologi Islam radikal mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk
menanamkan pengaruh melaluji propagandanya dengan memanipulasi isu-
isu ketidak-adilan ekonomi, ketertindasan politik, dan penindasan terhadap
hak-hak dasar/asasi manusia. Khususnya jika dikaitkan dengan kondisi
madrasah/ pondok pesantren yang berada di wilayah perdesaan dan di
tengah-tengah komunitas miskin, maka teori deprivasi ekonomi ini menjadi
sangat penting untuk diperhatikan oleh para pengambil kebijakan
penanggulangan terorisme.
c. Teori tentang terorisme sebagai hasil dari budaya kekerasan.
Dalam teori ini, terorisme muncul karena adanya keterkaitan dengan
kebiasan budaya (cultural habit) yang kondusif bagi penggunaan kekerasan.
Budaya kekerasan, menurut Christopher Mullins dan Joseph K Young, dapat
menciptakan aksi terorisme melalui tiga jalan yg berbeda: 1) pengalaman
sebelumnya dengan kekerasan akan menyebabkan penggunaan kekerasan
oleh warga masyarakat; 2) Negara dan para pemimpin dapat menciptakan
n op.cit., hal. 579
u Rahman, SM. Social Development Case fo r Fundamental Economic Rights. Makalah dalam World Summit
for Social Development Copenhagen, Denmark, 1995, dikutip dalam Kazmi, SF dan Pervez T, ibid.
20

