Page 13 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 13
93
BAB VII
PENUTUP
28. Kesimpulan. Dari uraian pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berkut:
a. Peran kepemimpinan nasional di daerah semakin signifikan sejak
dimulainya format desentralisasi dalam tata kelola penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia. Sejak digagas pada tahun 1999 pasca-reformasi,
otonomi daerah menjadi salah satu tema sentral yang menjadi diskursus
berbagai kalangan dalam upaya mengubah sistem pemerintahan yang
sentralistis. Seiring dengan penetapan otonomi daerah maka terdapat
sejumlah hal yang dilimpahkan kewenangannya menjadi urusan pemerintah
daerah, salah satu di antaranya adalah sektor pangan. Pengelolaan pangan
merupakan sektor yang sangat vital dan berimplikasi serius terhadap sektor
lainnya, sehingga peran kepemimpinan nasional di daerah sangatlah
strategis. Hal ini penting agar jaminan ketersediaan pangan dan
keterjangkauan harga pangan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat di daerah
secara adil dan merata.
b. Keberadaan pemimpin yang ideal semakin sulit dicari akhir-akhir ini,
karena bangsa Indonesia masih berada dalam pusaran situasi transisi yang
menyebabkan terjadinya krisis kepemimpinan. Para pemimpin dan termasuk
rakyat Indonesia seolah belum memiliki kedewasaan berdemokrasi, sehingga
setiap proses rekrutmen kepemimpinan, suksesi dan pemilihan umum kepala
daerah (pemilukada) lebih sering diwarnai oleh politik transaksional.
Sehingga kepemimpinan nasional di daerah masih belum memenuhi kriteria
kenegarawanan, karena kurangnya rasa empati dan komitmen untuk
mendahulukan kebutuhan rakyat yang paling mendasar.
c. Pokok persoalan dalam kepemimpinan nasional di daerah
dilatarbelakangi oleh faktor rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM),
kurang efektifnya rekrutmen dan kaderisasi kepemimpinan nasional di