Page 3 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 3
31
kannya rentan dimanfaatkan untuk mendukung praktek illegal
fishing, antara lain dengan menjual hasil tangkapannya di laut
kepada kapal-kapal perikanan asing dengan imbalan tertentu.
4) Perspektif Politik
Belum tersedianya landasan hukum yang lebih operasional
bagi Pengawas Perikanan dalam melaksanakan tugas dan
fungsi pengawasan perikanan, termasuk pemberantasan illegal
fishing. Tingginya angka tindak pidana illegal fishing oleh K1A
berpengaruh pada politik luar negeri Indonesia.
5) Perspektif Ekonomi
Kerugian ekonomi akibat ikan yang dicuri, diperkirakan
mencapai ± US $ 30 milyar/tahun atau setara dengan ± Rp. 20-
30 trilyun/tahun.20 Lebih lanjut, ditemui fakta bahwa lebih dari
50% kapasitas terpasang industri perikanan dalam negeri tidak
dapat dioperasikan, karena kekurangan pasokan bahan baku
perikanan. Dengan perkiraan produksi perikanan tangkap yang
hanya sebesar 5,4 juta ton/tahun dan perikanan budidaya
sebesar 3,76 juta ton/tahun, diperlukan ikan import hingga 0,61
juta ton pada tahun 2012 atau naik sebesar 35,5% dari 0,45 juta
ton pada tahun 2011. 21
Adapun terkait dengan Kll yang beroperasi di wilayah kerja
RFMOs dan di laut lepas yang belum dapat dikendalikan secara
memadai oleh otoritas pengawasan perikanan nasional, berpo
tensi pada penolakan ekspor hasil perikanan nasional ke se
jumlah Negara Uni Eropa, dan negara-negara importir lainnya.
Berdasarkan data yang dilansir Tim Uni Eropa, terdapat ± 800
kapal perikanan yang mengibarkan bendera Indonesia, berope
rasi di wilayah laut kompetensi RFMOs dan di laut lepas, dan
sebagian dikategorikan melakukan praktek IUU fishing.
21 Analisis kerugian ekonomi akibat illegal fishing sebagaimana lampiran - 07
Analisis kebutuhan impor hasil perikanan pada tahun 2012 yang disampaikan oleh
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo, dalam rapat kerja yang
dilakukan dengan Komisi IV DPR, RI, Jakarta, Antara, Senin, 13 Februari 2012.