Page 5 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 5
33
ditandai dengan (i) ketidakpaduan antara tata nilai, struktur, dan proses; (ii)
tidak tercapainya kehematan, hasil guna, dan daya guna di dalam peng
gunaan sumber daya dan sumber dana dalam memberantas illegal fishing;
(iii) belum terwujudnya tertib administrasi, tertib sosial, tertib politik dalam
penetapan dan penerapan kebijakan terkait pemberantasan illegal fishing;
dan (iv) belum terwujudnya tertib hukum pelaksanaan peraturan perun-
dang-undangan tentang pengelolaan perikanan, menjadikan berbagai per
soalan sebagai berikut:
a. Lemahnya sinergitas lintas institusi penyelenggara
penegakan hukum di laut dalam menagani illegal fishing.
Tumpang tindihnya penyelenggaraan pengawasan perikanan
menunjukkan belum sinerginya lintas institusi dalam mengoptimalkan
pemanfaatan kapasitas masing-masing. Kondisi ini menyebabkan
keterbatasan sumber daya dan sumber dana yang dialokasikan di
setiap institusi penegak hukum di laut, tidak efektif penggunaannya.
Egosektoral dengan mengedepankan kewenangan semata, merupa
kan isu yang terus menerus didengung-dengungkan, hingga saat ini
belum dapat diatasi. Sehingga kebutuhan riil untuk mengamankan
SKA perikanan di pengawasan perikanan yang perlu mencakup
seluruh wilayah perairan laut yurisdiksi nasional,
b. Belum efektifnya proses penegakan hukum atas tindak
pidana illegal fishing.
Ratusan kapal perikanan ilegal yang yang merupakan barang
bukti tindak pidana illegal fishing, belum dapat dimanfaatkan untuk ke
pentingan nasional, dan bahkan menjadikan beban nasional untuk
memelihara dan mengurusnya. Banyak terjadi pencurian komponen-
komponen vital dari kapal perikanan tersebut, karena belum mema
dainya fasilitas penyimpanan kapal hasil tangkapan di kolam labuh,
dan juga belum memadainya jumlah dan kapasitas aparat penga
wasan.
Meskipun peraturan perundang-undangan yang berlaku secara
nasional, maupun ketentuan-ketentuan internasional telah mengatur
mengenai sanksi hukum atas pelaku tindak pidana illegal fishing,