Page 11 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 11

39

       Pengambil keputusan dalam penanganan konflik tidak mengetahui
       gejala-gejala tersebut, sehingga tidak mempersiapkan instansinya
       pada saat konflik terjadi. Biasanya setelah konflik tersebut
       mencuat, barulah pengambil keputusan melakukan tindakan tanpa
       persiapan yang matang dan terencana. Dengan kata lain
       penanganan konflik tidak dilakukan secara profesional dan
       proporsional.

e. Ketegasan Dalam Penanganan Konflik Sosial
              Ketegasan dalam penanganan konflik sosial harus dimaknai

       dengan penegakkan hukum yang tanpa diskriminasi serta tindakan
       keras terukur sesuai dengan peraturan yang berlaku. Bagi para
       pelaku konflik yang terbukti melakukan tindakan kriminal, seperti
       menghasut, membunuh, merusak, melakukan penjarahan dan
       sebagainya, maka harus ditindak secara tegas sesuai aturan
       hukum positif. Ketegasan seperti ini tidak optimal ditunjukkan oleh
      aparatur pemerintah saat ini, khususnya ketika harus menindak
      para pelaku yang terlibat dalam suatu peristiwa konflik sosial,
      karena adanya berbagai pertimbangan kepentingan. Dampaknya
      adalah konflik sosial yang terjadi tidak dapat tertangani secara
      optimal, karena tidak menimbulkan efek jera bagi para pelaku yang
      terlibat. Terkadang pihak aparatur penegak hukum terjebak pada
      upaya mengakomodir kepentingan yang sesaat dari suatu
      kelompok tertentu saja. Artinya mereka tidak piawai melakukan
      pertimbangan-pertimbangan hukum, sehingga tindakan hukum
      yang dilakukannya justru menuai pendapat tidak tegas dari
      masyarakat. Pada konteks lain dikarenakan tidak memahami
      aturan atau prosedur penanganan konflik sosial secara baik, maka
      ketika konflik sosial sudah mengarah kepada tindakan anarkis
      massa, justru pihak aparat hukum tidak melakukan tindakan tegas
      menghentikan aksi tersebut.
   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16