Page 3 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 3
31
dipermukaan tidak lebih dari upaya seremonial yang dapat
disaksikan sesaat saja, sementara di lain pihak akar masalah
konflik tidak terselesaikan dengan baik.
c. Penanganan Konflik Sosial Bersifat Ego Sektoral
Keanekaragaman suku, agama, ras, dan budaya Indonesia
dengan jumlah penduduk lebih dari 230 (dua ratus tiga puluh) juta
jiwa, pada satu sisi merupakan suatu kekayaan bangsa yang
secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan
kontribusi positif bagi upaya menciptakan kesajahteraan
masyarakat. Namun pada s is i. lain, kondisi tersebut dapat
membawa dampak buruk bagi kehidupan nasional, apabila
terdapat kondisi ketimpangan pembangunan, ketidakadilan dan
kesenjangan sosial, ekonomi, kemiskinan serta dinamika
kehidupan politik yang tidak terkendali seperti dalam pelaksanaan
pemilihan legislatif, presiden dan wakil presiden, dan pemilihan
kepala daerah.
Undang-undang yang ada bersifat sektoral, belum
menetapkan secara jelas dan komprehensif mengenai tindakan-
tindakan serta tahap-tahap dalam penanganan konflik, baik dalam
rangka upaya pencegahan (preventif), maupun penanganan pada
saat, dan sesudah konflik (recovery). Karakter yang muncul dalam
setiap peraturan tersebut adalah bersifat reaktif, sehingga belum
merupakan suatu kebijakan yang sistematis dan terukur.
Beberapa undang-undang yang terkait dengan penanganan
konflik mengedepankan ego sektoral, sehingga dalam
implementasinya masing-masing departemen, dan pemerintah
daerah berjalan sendiri-sendiri. Sistem yang demikian tidak
menggambarkan manajemen konflik yang terkoordinasi dan
integratif dalam satu sistem penanganan konflik yang kuat.
Pendekatan penanganan konflik yang bersifat sektoral
menimbulkan banyak masalah karena antara satu peraturan