Page 15 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 15
55
tokoh masyarakat dan kelompok masyarakat yang bertikai masih
bersifat seremonial dan belum menyentuh akar masalah konflik.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka alasan yuridis
pembentukan undang-undang tentang penanganan konflik sosial
adalah mengenai permasalahan peraturan perundang-undangan
terkait penanganan konflik yang masih bersifat sektoral dan reaktif,
dan tidak sesuai dengan perkembangan sistem ketatanegaraan.
Pengesahan Undang-undang Nomor 7 tahun 2012, diharapkan
dapat menyelesaikan masalah-rnasalah di lapangan dalam
penanganan konflik, seperti masalah koordinasi, kewenangan,
pengendalian serta penegakan hukum dari instansi yang
berwenang dalam penanganan konflik. Selain itu pelibatan tokoh
masyarakat dan kelompok masyarakat yang berkonflik tidak lagi
hanya bersifat seremonial, namun mereka didorong untuk
menyelesaikan sendiri akar masalahnya yang difasilitasi oleh
instansi terkait.
b. Penanganan Konflik Sosial yang Menyentuh Akar Masalah
Seringkali konflik yang terjadi di Indonesia dipicu oleh
masalah-rnasalah sepele seperti ketersinggungan seseorang
kepada orang lain karena ditegur yang selanjutnya melibatkan
kelompok-kelompok masyarakat dari orang-orang yang berkonflik
tersebut. Pada dasarnya ketersinggungan tersebut bukan sebagai
akar masalah dari konflik yang terjadi, namun lebih tepat
dikategorikan sebagai pemicu. Bila ditarik jauh ke belakang,
sesungguhnya akar masalahnya adalah kemiskinan,
pengangguran, pendidikan dan sebagainya. Masalah-rnasalah
tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah.
Ketika akar masalah ini tidak diselesaikan dengan baik, maka
potensi konflik di seluruh Indonesia akan tetap tinggi.
Penanganan konflik yang tidak menyentuh akar masalah dan
hanya menyentuh permukaan saja dapat diibaratkan ‘bagaikan api