Page 5 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 5

tingkat nasional yang akan menjadi kandidat dalam pemilu/ pemilukada.
b. Konsep Pemilu dan Demokrasi.

         Pemilu adalah salah satu pilar utama demokrasi. Joseph Scumpeter
(Scumpeter, 1947) menempatkan pemilu yang bebas dan berkala sebagai
kriteria utama bagi suatu sistem politik yang demokratis. Partisipasi politik
rakyat berkaitan dengan demokrasi suatu negara adalah pemilihan wakil
rakyat yang dilaksanakan secara langsung oleh warga. Partisipasi politik itu
merupakan ukuran kualitas demokrasi suatu negara yang dapat dilihat
secara normatif, yakni pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat. (Mas’oed, 2003)

         Lebih lanjut Maurice Duverger dalam bukunya yang berjudul L 'es
Regime Des Politiques menyatakan dalam system politik yang demokratis,
cara pengisian jabatan demokratis dibagi menjadi dua, yakni demokrasi
langsung dan demokrasi perwakilan. Yang dimaksud demokrasi langsung
merupakan cara pengisian jabatan dengan rakyat secara langsung memilih
seseorang untuk menduduki jabatan-jabatan tertentu dalam pemerintahan,
sedangkan demokrasi perwakilan merupakan cara pengisian jabatan dengan
rakyat memilih seseorang atau partai politik untuk memilih seseorang
menduduki jabatan tertentu guna menyelenggarakan tugas-tugas
(kelembagaan) negara seperti kekuasaan legislatif, eksekutif, dan kekuasaan
yudikatif. (Budiardjo, 1990: 37)

         Di Indonesia, pemilihan umum merupakan penafsiran normatif dari
UUD NRI Tahun 1945 agar pencapaian masyarakat demokratik dapat
tercipta. Masyarakat demokratik ini merupakan penafsiran dari pelaksanaan
kedaulatan rakyat. Dalam hal ini kedaulatan rakyat hanya mungkin berjalan
secara optimal apabila masyarakatnya mempunyai kecenderungan kuat ke
arah budaya politik partisipan, maupun keharusan-keharusan lain seperti
kesadaran hukum dan keseyogiaan dalam beiperilaku untuk senantiasa
dapat menakar dengan tepat berbagai hal memerlukan keseimbangan.
Harmoni tersebut antara lain berwujud sebagai keserasian antara
kepentingan individu dengan masyarakat, antara aspek kehidupan
kerohanian dan kebendaan, antara kepentingan pusat dan daerah dan
sebagainya. (Budiardjo, 1983: 9)

                                          21
   1   2   3   4   5   6   7   8   9   10