Page 7 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 7

(a) mekanismenya demokratik, (b) tingkat kompetisi politik sangat tinggi dan
masyarakat akan sanggup memilih pemimpin yang benar-benar mereka kehendaki,
(c) tingkat akuntablitas pemimpinnya tinggi, sehingga pada akhimya (d)
melahirkan sejumlah pemimpin yang demokratis dan mempunyai integrasi pribadi
yang tinggi sekali.

         Menurut Idup Suhady dan A.M. Sinaga (2003:8) dalam bukunya yang
beijudul: "Wawasan Kebangsaan dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia”, menyatakan bahwa kepemimpinan nasional adalah kepemimpinan
yang mempunyai wawasan kebangsaan. Istilah wawasan kebangsaan sendiri
diartikan sebagai sudut pandang atau cara pandang yang mengandung kemampuan
seseorang atau kelompok orang untuk memahami jati dirinya sebagai suatu bangsa
juga dalam memandang dirinya dan bertingkah laku sesuai dengan falsafah hidup
bangsanya dalam lingkungan internal dan lingkungan ekstemalnya. Lebih jauh
dikatakannya, bahwa nilai wawasan kebangsaan yang terwujud dalam persatuan
dan kesatuan memiliki enam dimensi manusia yang bersifat mendasar dan
fundamental, yaitu (1) penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan YME, (2) tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan
yang bebas, merdeka, dan bersatu, (3) cinta akan tanah air dan bangsa, (4)
demokrasi atau kedaulatan rakyat, (5) kesetiakawanan sosial, dan (6) masyarakat
adil dan makmur.

         Menurut Topo Santoso dkk, (2004) dalam bukunya yang berjudul:
“Penegakan Hukum Pemilu: Praktik Pemilu 2004, Kajian Pemilu 2009-2014”,
menyatakan jbahwa; penegakan hukum Pemilu 2004 tidak efektif sebagai
penegakan hukum Pemilu. Pelanggaran administrasi sebayak 8.013 perkara, hanya
35,22% yang tertangani, yaitu 2.822 pelanggaran. Begitu juga dengan pelanggaran
pidana, dari 2.413 yang dilaporkan ke polisi, hanya 42,35% atau 1.022 pelanggaran
dijatuhi putusan pengadilan.

         Menurut Ramdhansyah (2009), (Mantan Ketua Panwaslu DKI Jakarta),
dalam bukunya yang beijudul, "Sisi Gelap Pemilu 2009: Potret Aksesoris
Demokrasi Indonesia ” menyatakan bahwa; penyelenggaraan Pemilu hampir pasti
selalu teijadi pelanggaran sistemik, misalnya Pemilu 2004 dar. 2009, seperti

                                                   23
   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12