Page 15 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 15
81
harus selaras pula dengan tujuan atau maksud penegakan hukumnya
yakni terwujudnya keadilan tidak hanya bagi pelaku melainkan juga
korban/keluarganya dan proses peradilan yang dipercaya atau mendapat
respek dari dunia internasional berdasarkan filsafat Pancasila sebagai
landasan idiil, serta UUD NRI Tahun 1945 sebagai landasan
konstitusional.
Penanganan kejahatan internasional (pelanggaran HAM) yang
mengedepankan yurisdiksi undang-undang dan peradilan nasional
berdasarkan kedaulatan Indonesia harus didukung dengan kebijakan
penegakan hukum (penal policy) yang merupakan serangkaian proses
yang terdiri dari tiga tahap kebijakan yaitu: tahap kebijakan formulatif,
kebijakan aplikatif dan kebijakan eksekutif. Proses penegakan hukum
terhadap kejahatan internasional I (pelanggaran HAM) tentunya
dipengaruhi oleh legal substance (substa'nsi/perundang-undangan), legal
structure (struktur hukum) dan legal culture (budaya hukum) dan termasuk
pula faktor pengaruh dari sarana dan prasarana hukum serta faktor
masyarakat dimana hukum tersebut diberlakukan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi di atas dapat dibuktikan dari fakta
bahwa walaupun undang-undang Pengadilan HAM secara terbatas telah
mengadopsi prinsip-prinsip atau kaidah-kaidah hukum dalam Statuta ICC,
demikian juga kelembagaan dan proses penegakan hukumnya secara
khusus, ternyata sampai saat ini kondisi yang diharapkan belum juga
terwujud atau terealisasikan sepenuhnya.
Kritikan dan gugatan terhadap pelaksaan penanganan kejahatan
internasional (pelanggaran HAM) yang telah berlangsung tidak boleh
dipandang remeh, karena hal ini dapat membawa akibat serius bagi upaya
mewujudkan politik nasional dalam rangka ketahanan nasional. Oleh
sebab itu, berbagai elemen masyarakat Indonesia dan internasional
menaruh harapan yang cukup besar kepada Pemerintah Indonesia untuk
menangani kejahatan internasional (pelanggaran HAM) yang menjadi